Gugatan Pembatalan Perkawinan Yang Melampaui Batas Kadaluwarsa : Studi Putusan Pengadilan Agama Mojokerto No: 1540/Pdt.G/2014/PA.Mr
Abstract
Penulisan skripsi ini pada dasarnya dilatar belakangi oleh adanya suatu
gugatan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Mojokerto, dengan Nomor
Putusan 1540/Pdt.G/2014/PA.Mr. Penggugat dan Tergugat adalah pasangan
suami istri yang sah secara agama menikah pada Tahun 1995, sesuai dengan Buku
Nikah Nomor 511/63/XII/95 Tertanggal 17 Desember yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan
Agama
Kecamatan
Pungging
Kabupaten
Mojokerto.
Pada
Tahun
2011
Tergugat
sudah jarang pulang, Penggugat terusik dengan gunjingan-gunjingan
keluarga besar Tergugat dimana pada intinya menanyakan keabsahan Buku Nikah
yang dikeluarkan Oleh KUA Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Awalnya
Penggugat tidak menggubris pernyataan tersebut, setelah berjalannya waktu
Penggugat tidak kuat lagi dan Pada Tanggal 12 Maret 2014 Penggugat menemui
seorang kenalan Penggugat yang menguruskan Buku Nikah tersebut dan setelah
dicocokkan dengan Buku Register yang ada di Kantor Urusan Agama Mojokerto
terdapat data-data yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya seperti Nama
Tergugat, tanggal lahir, tempat tinggal serta status tidak sesuai. Berdasarkan latar
belakang tersebut penulis mengambil judul “GUGATAN PEMBATALAN
PERKAWINAN YANG MELAMPAUI BATAS KADALUWARSA (Studi
Putusan Pengadilan Agama Mojokerto Nomor 1540/Pdt.G/2014/PA.Mr)”.
Penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : Pertama, Apakah
pembatalan perkawinan yang melampaui batas waktu dapat dilakukan? Kedua,
Apa akibat hukum dari suatu perkawinan yang dibatalkan? Ketiga, Apa
pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi) dalam putusan Nomor
1540/Pdt.G/2014/PA.Mr ? .Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan
umum guna untuk meraih gelar sarjana hukum dan tujuan khusus untuk
mengetahui dan memahami pembatalan perkawinan yang melampaui batas waktu
tidak dapat dibatalkan, mengetahui dan memahami akibat hukum dari suatu
perkawinan yang dibatalkan, mengetahui dan memahami pertimbangan hukum
hakim (ratio decidendi) dalam putusan Nomor 1540/Pdt.G/2014/PA.Mr. Metode
penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum sekunder
dengan menggunakan analisa bahan hukum secara deduktif.
Tinjauan pustaka dari skripsi ini membahas mengenai pertama yaitu
perkawinan, berisi pengertian perkawinan, Tujuan Perkawinan, Rukun dan Syarat
Sahnya Perkawinan. Kemudian yang Kedua yakni mengenai pembatalan
perkawinan yang berisi, pengertian pembatalan perkawinan, Alasan-alasan batalnya
perkawinan, pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Ketiga
kadaluwarsa yang berisi pengertian kadaluwarsa dan macam-macam kadaluwarsa.
Keempat Akibat hukum batalnya perkawinan yang berisi Dasar hukum akibat
batalnya perkawinan.Yang semuanya dikutip oleh penulis dari beberapa sumber
bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia, serta berada dalam
Al-Qur’an.
Pembahasan dari skripsi ini yang pertama mengenai perkawinan yang
melampaui batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan ditinjau dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam. Kemudian yang kedua mengenai akibat hukum dari suatu perkawinan yang
dibatalkan. Ketiga pertimbangan hukum hakim menolak gugatan pembatalan
perkawinan dalam putusan Nomor 1540/Pdt.G/2014/PA.Mr. Pertama, Pembatalan
Perkawinan yang melampaui batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan jika
ditinjau menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
adalah sangat melanggar ketentuan-ketentuan yang ada di Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yakni Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) dan ayat ( 3) ,
karena untuk melakukan suatu pembatalan perkawinan ada jangka waktu 6 (enam)
bulan setelah perkawinan. Jika setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri,
dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan,
maka haknya gugur. Kedua, Akibat hukum dari suatu perkawinan yang dibatalkan.
Suami
istri
yang
perkawinannya
telah
dibatalkan
tidak
lagi
memilik
hak
dan
kewajiban
sebagai
suami
istri.
Namun
pembatalan
perkawinan
tidak
berlaku
surut
terhadap
Anak-anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang dibatalkan
tersebut sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 dan Pasal 99
Kompilasi Hukum Islam. Ketiga, Pertimbangan hukum yang digunakan Majelis
Hakim dalam memutus perkara pembatalan perkawinan yang melampaui batas
waktu pengajuan sesuai ketentuan hukum perkawinan dan perundang-undangan
yang berlaku di Peradilan Agama. Dalam putusan ini, majelis hakim
memperhatikan beberapa pertimbangan, yakni Penggugat berkapasitas
mengajukan pembatalan nikah, majelis hakim telah berupaya untuk mendamaikan
kedua belah pihak namun tidak berhasil, penggugat tidak mempersoalkan kebenaran
identitas
yang
ada
didalam
buku
akta
nikah,
majelis
hakim
berpendapat
bahwa
pengajuan
permohonan
pembatalan
perkawinan
telah
lewat
waktu
dan
majelis
hakim
menyarankan untuk mengakhiri perkawinan tersebut bukan pengajuan pembatalan
perkawinan
melainkan
perceraian.
Saran dari skripsi ini adalah ditujukan kepada Pertama, kepada pemerintah,
Hendaknya kepada pemerintah agar dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk mempertegas ketentuan dan syaratsyarat
dalam melakukan perkawinan dan memberi sanksi tegas apabila
melanggarnya.Kedua, Hendaknya kepada Semua Masyarakat ketika menerima Buku Akta
Nikah harus meneliti secara detail mengenai data-data atau identitas yang terdapat
didalamnya agar tidak ada terjadi salah sangka terhadap identitas yang tertera. Ketiga
Hendaknya kepada pegawai pencatat perkawinan agar berhati-hati dan memeriksa dengan
teliti syarat-syarat administrasi yang telah dipenuhi oleh kedua calon mempelai sebelum
melakukan perkawinan. Serta memeriksa kembali apa kedua calon mempelai telah
memenuhi rukun dan syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, untuk
menghindari perkawinan yang cacat rukun dan syarat, agar tidak terjadi pembatalan di
kemudian hari. Keempat Hendaknya kepada masyarakat terutama kepada wanita agar
berhati-hati sebelum melakukan perkawinan, calon istri maupun calon suami harus
berhati-hati dan cermat meneliti mengenai status dari calon suami maupun istri.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]