ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG YANG MEMBATALKAN DAN MENGADILI SENDIRI PUTUSAN JUDEX FACTI DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG LAIN (M.A Nomor 2023 K/PID/2011)”.
Abstract
mengalami peningkatan, salah satunya kejahatan penganiayaan atau tindak pidana
penganiayaan. Tindak pidana penganiayaan merupakan tindak pidana yang
bertujuan untuk menimbulkan luka atau rasa sakit terhadap orang lain. Tindak
pidana penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 KUHP. Pembelaan terpaksa yang
sering dilakukan oleh korban kejahatan ini biasa tidak dipandang suatu perbuatan
pembelaan terpaksa oleh beberapa orang sehingga banyak korban kejahatan
menjadi tersangka karena ketidaktahuan dalam memahami pembelaan terpaksa
tersebut. Hakim dalam mengadili perkara pidana harus melaksanakan tugasnya
berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak siapapun di muka sidang
pengadilan. Hakim dituntut untuk berdiri tegak di tengah-tengah mereka yang
sedang berpekara. Putusan pengadilan yang tidak didasari dengan keyakinan
hakim dapat menimbulkan ketidakpuasan dari salah satu pihak, baik dari penuntut
umum atau dari pihak terdakwa karena merasa apa yang telah diputuskan oleh
pengadilan tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Apabila
hal tersebut terjadi akan membuat pihak yang tidak puas mengajukan upaya
hukum, baik upaya hukum banding, upaya hukum kasasi hingga peninjauan
kembali. Salah satu kasus yang menarik untuk dikaji dengan uraian adalah
putusan kasasi Mahkamah Agung dalam tindak pidana penganiayaan yang
menyebabkan matinya orang lain (Putusan MA Nomor: 2023 K/PID/2011), Dari
putusan yang diberikan Pengadilan Negeri Tuban tersebut kemudian Penuntut
umum mengajukan permohmonan kasasi dengan akta kasasi No.
05/VIII/AktaPid/2011/PN.Tbn.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat 2 (dua)
permasalahan yakni (1) Apakah alasan kasasi yang diajukan oleh penuntut umum
sudah tepat ditinjau menurut Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP, (2) Apakah
pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam menyatakan bahwa tindakan yang
dilakukan terdakwa bukanlah merupakan tindakan pembelaan darurat (noodweer)
sudah tepat ditinjau menurut Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian Yuridis Normatif,
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang dalam hal ini
berkaitan dengan alasan upaya hukum kasasi dan pertimbangan hakim yang
diharapkan mampu untuk menjawab isu hukum yang diteliti, Sumber bahan yang
digunakan adalah sumber bahan hukum (bahan hukum primer dan sekunder) dan
non hukum serta menggunakan analisis bahan hukum dengan metode deduktif.
Tinjauan pustaka yang menguraikan secara sistematis tentang teori dan
pengertian-pengertian yuridis yang relevan dalam pembahasan ini, tinjauan
pustaka meliputi Tindak Pidana Penganiayaan, Pengertian Tindak Pidana
Penganiayaan, Macam-macam Tindak Pidana Penganiayaan, Unsur-Unsur Tindak
Pidana Penganiayaan, Pembelaan Terpaksa, Pengertian Pembelaan Terpaksa,
Syarat-Syarat Pembelaan Terpaksa, Upaya Hukum Kasasi, Pengertian dan Tujuan
Kasasi, Alasan Pengajuan Kasasi, Putusan Hakim, Pengertian Putusan dan
Macam-Macam Putusan, Pengertian Judex Facti dan Judex Jurist, Pertimbangan Hakim, Pertimbangan Hakim Yang Bersifat Yuridis, Pertimbangan Hakim Yang
Bersifat Non Yuridis, Mahkamah Agung, Wewenang Mahkamah Agung.
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah Alasan kasasi yang diajukan oleh
Penuntut Umum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2023 K/PID/2011
yang ditinjau menurut Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP adalah tidak sesuai.
Karena alasan yang diajukan oleh Penuntut Umum tersebut terkesan dipaksakan
dan dibuat - buat agar dapat diajukan Upaya Hukum Kasasi. Pertimbangan dari
Hakim Mahkamah Agung tentang Pembelaan Terpaksa (noodweer) yang
dilakukan Terdakwa apabila ditinjau menurut Pasal 49 KUHP adalah salah dan
keliru. Karena hakim tidak memperhatikan dan tidak mempertimbangkan syarat –
syarat suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai Pembelaan Terpaksa (noodweer).
Saran dari pembahasan ini adalah Hendaknya apabila seseorang ingin
mengajukan suatu Upaya Hukum Kasasi perlu lebih mencermati alasan yang
menjadi dasar suatu Upaya Hukum Kasasi tersebut diajukan, agar Upaya Hukum
Kasasi yang diajukan tidak terkesan dibuat-buat atau dipaksakan, karena alasan
yang dijadikan dasar tidak dipertimbangkan secara baik dan benar. Hendaknya
seorang Hakim yang akan memutus suatu putusan perlu lebih hati-hati dan
cermat, sehingga dalam pertimbangannya Hakim tidak melakukan kesalahan, oleh
karena itu apabila Hakim kurang memahami suatu permasalahan hukum
hendaknya dapat menghadirkan seorang ahli yang dapat membantu Hakim dalam
memahami suatu permasalahan hukum atau setidaknya dapat melihat lebih
banyak reverensi, dan kesalahan dalam melakukan pertimbangan dapat dihindari.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]