dc.description.abstract | Tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”. Akan
tetapi, KUHP sendiri tidak memuat definisi dari penganiayaan tersebut. Tindak
Pidana penganiayaan diatur dalam ketentuan Bab XX Pasal 351 KUHP sampai
Pasal 355 KUHP. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atau luka (letsel) pada tubuh
orang lain. Dibentuknya pengaturan tentang tindak pidana terhadap tubuh manusia
bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatanperbuatan
berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang
mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang demikian rupa pada
tubuh dapat menimbulkan kematian. Sehingga dalam hal terjadinya tindak pidana
penganiayaan, Penuntut Umum harus teliti dan cermat dalam menyusun surat
dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan.
Sebagaimana dalam putusan Nomor 26/Pid.B/201/PN.F, terdakwa bernama
lengkap Steven Komber bersama-sama saudara Yahya Komber, saudara Rudi
Relis Komber, saudara Victor Temongmere dan saudara Charles Naroba alias
Naro (terdakwa lain yang masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah),
pada hari kamis tanggal 20 Februari 2014 sekitar pukul 12.00 Wit bertempat
dikampung Kanantare Distrik Fakfak, melakukan tindak pidana penganiayaan.
Akibat dari perbuatan terdakwa Steven Komber bersama dengan saudara Yahya
Komber, saudara Rudi Relis Komber, saudara Victor Temongmere dan saudara
Charles Naroba alias Naro terhadap saudara Sadrak Motak Komber alias Sandi
mengakibatkan saudara Sadrak Motak Komber alias Sandi mengalami luka sesuai
dengan Visum et Repertum Rumah Sakit Umum Daerah Fakfak Nomor
445/22/RM/2014. Berdasarkan uraian di atas, kasus ini menarik untuk dibahas
karena Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternatif
yaitu Pasal 170 ayat (1) KUHP dan pasal 351 ayat (1) KUHP serta menggunakan
Splitsing pada persidangan. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas,
penulis ingin mengkaji dalam bentuk karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul
“analisis yuridis surat dakwaan jaksa penuntut umum dalam tindak pidana penganiayaan (Putusan Pengadilan Negeri Fakfak Nomor:26/Pid.B/2014/PN.F”.
permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah Apakah Pasal 170 KUHP
dakwaan ke satu Jaksa Penuntut Umum dalam Putusan
Nomor:26/Pid.B/2014/PN.F sudah tepat apabila didakwa secara terpisah
(splitsing). Sedangkan permasalahan yang kedua yaitu Apakah pertimbangan
Hakim dalam Putusan Nomor:26/Pid.B/2014/PN.F sudah sesuai dengan fakta
yang terungkap dalam persidangan.
Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk menganalisis Pasal 170 KUHP
pada dakwaan ke satu Jaksa Penuntut Umum dalam Putusan
Nomor:26/Pid.B/2014/PN.F telah tepat jika dilakukan splitsing dan untuk
menganalisis apakah pertimbangan Hakim kepada terdakwa dalam Putusan
Nomor:26/Pid.B/2014/PN.F sudah sesuai dengan fakta yang terungkap dalam
peersidangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah tipe penelitian
yuridis normatif, dengan pendekatan masalah menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber-sumber penelitian yang
digunakan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan maka dapat diperoleh
kesimpulan. Pertama, Penerapan Pasal 170 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kesatu
Jaksa Penuntut Umum yang dibuat terpisah (Splitsing) dalam putusan Nomor:
26/Pid.B/2014/PN.F dinilai tidak tepat. Karena tidak sesuai dengan syarat
pemisahan perkara (Splitsing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 142 KUHAP.
Selain itu juga tidak sesuai dengan Surat Edaran Kejaksaan Agung Republik
Indonesia No. B-69/E/02/1997 perihal Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana
karena keberadaan alat bukti khususnya alat bukti keterangan saksi dalam
pembuktian perkara pidana dinilai telah cukup dan tindak pidana tersebut
bukanlah merupakan tindak pidana yang dikategorikan sulit dalam
pembuktiannya. Kedua, Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor :
26/Pid.B/2014/PN.F dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan. Karena
sebagaimana keterangan saksi dan alat bukti surat dalam persidangan menjelaskan
bahwa bahwa tindak pidana kekerasan terhadap korban Sadrak Motak Komber Alias Sandi tidak hanya dilakukan oleh terdakwa, melainkan dilakukan secara
bersama-sama oleh terdakwa beserta beberapa orang diantaranya Yahya Komber,
Rudi Relis Komber, Victore Temongmere dan Charles Naroba Alias Naro. Selain
itu, perbuatan kekerasan tersebut dilakukan di rumah terdakwa dimana pada saat
itu, kondisi tempat kejadian dikerumuni masa yang sangat banyak. Dimana hal
tersebut lebih tepat jika hakim menerapkan Pasal 170 ayat (1) KUHP terhadap
terdakwa. Sedangkan saran yang diberikan oleh penulis pertama, Jaksa Penuntut
Umum seharusnya terlebih dahulu mempertimbangkan syarat -syarat
dilakukannya pemisahan berkas perkara (Splitsing) dengan mengacu pada
ketentuan Pasal 142 KUHAP dan juga Surat Edaran Kejaksaan Agung Republik
Indonesia No. B-69/E/02/1997 perihal Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana
dalam membuat surat dakwaan secara terpisah. Kedua, Seharusnya hakim dapat
menempuh cara pemeriksaan dengan memeriksa dahulu dakwaan secara
keseluruhan dan dari hasil pemeriksaan atas keseluruhan dakwaan, hakim memilih
dan menentukan dakwaan yang tepat dan terbukti dipertanggungjawabkan kepada
terdakwa agar terdapat kesesuaian antara pertimbangan hakim dan fakta yang
terungkap dalam persidangan. | en_US |