Analisis Yuridis Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang
Abstract
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa dalam putusan Putusan Nomor 1608/Pid.Sus
/2016/PN.Tng dikaitkan dengan ketentuan dalam Undang–undang Nomor 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kedua
untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari
segala tuntutan hukum dalam Putusan Nomor 1608/Pid.Sus/2016/PN.Tng
terhadap terdakwa dalam kasus dikaitkan dengan fakta–fakta yang terungkap di
persidangan. kemudian, Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah metode yuridis normatif yang mana difokuskan untuk mengkaji
kaidah dan norma yang ada dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang
digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan-bahan hukum yang
digunakan dalam skripsi ini ialah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer menggunakan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak
Pidana Perdagangan Orang, Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor :
1608/Pid.Sus/2016/PN.Tng. Bahan hukum sekunder menggunakan buku-buku
dan setelah itu menemukan jawaban dengan menganalisis bahan hukum dan
menggunakan metode penalaran deduktif.
Kesimpulan dari pemasalahan yang pertama adalah Keterbuktian unsurunsur
perbuatan terdakwa sebagaimana dakwakan alternatif oleh penuntut umum
dalam Putusan Nomor 1608/Pid.Sus/2016/PN.Tng,yang menyatakan bahwa unsur
tidak terpenuhi adalah tidak tepat karena jika ditinjau dari pembuktian
dipersidangan ditemukannya unsur eksploitasi yang dilakukan oleh terdakwa
sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Penjabaran aspek pidananya yaitu berkaitan
dengan pelaku, proses/cara, dan tujuan eksploitasi telah terpenuhi, kesemuanya
dijadikan tolak ukur untuk menentukan suatu perbuatan dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana perdagangan orang. Kesemua uraian unsur dalam pasal 2
ayat (1) bersifat alternatif, sehingga jika salah satu unsur telah terpenuhi maka
perbuatan yang dilakukan terdakwa dapat dipidana. Perdagangan orang
merupakan tindak pidana khusus, sehingga diperlukannya ketepatan, ketelitian
dan kecermatan dalam proses pembuktian agar unsur-unsur dapat terbukti.
Kemudian kesimpulan terhadap permasalahan yang kedua adalah Pertimbangan
Hakim dalam Putusan Nomor 1608/Pid.Sus/2016/Pn.Tng yang menyatakan
bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum adalah tidak sesuai dengan
fakta-fakta yang diperoleh dipesidangan baik dari alat bukti, keterangan terdakwa,
keterangan saksi, maupun keterangan ahli kesemuanya terbukti. Penjatuhan
putusan lepas terhadap terdakwa bukan merupakan tindakan yang tepat,
sebagaimana kesimpulan hakim harus didasarkan pada kesimpulan yang objektif
dan tidak sempit. Selain itu, dalam petimbangannya hakim tidak menjelaskan
secara jelas masuk kedalam ranah manakah kasus tersebut hal ini terlihat jelas
bahwa hakim seakan tidak cermat dan teliti dalam menelaah keterbuktian unsurunsur
pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum. Memang jelas bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa T terbukti, akan tetapi bukan masuk
ranah pidana, kurangnya penjelasan dalam pertimbangan hakim terkait ranah
mana dalam perkara ini sehingga hal tersebut membuat seakan-akan putusan
hakim yang menyatakan lepas kepada terdakwa adalah tidak jelas dan
mengambang, hal ini bertentangan dengan kesesuaian pasal 191 ayat (2) KUHAP.
Sehingga, dalam hal ini penulis beranggapan seharusnya hukuman pemidanaan
lah yang tepat untuk di berikan kepada terdakwa, karena unsur-unsur tindak
pidana yang dilakukan terdakwa telah terpenuhi.
Saran yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi yang pertama
yaitu hakim harus benar-benar memahami pembuktian terkait dakwaan yang
dibuat oleh jaksa penuntut umum terkait unsur-unsur perbuatan yang dilakukan
tedakwa. Saran kedua Hakim harus cermat dalam memberikan putusan baik
putusan pemidanaan,putusan bebas maupun putusan lepas, karena tidak cermatnya
dalam proses pembuktian membuat putusan akhir yang diberikan dalam
persidangan tidak mencerminkan rasa keadilan bagi korban. Kemudian saran
ketiga Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan dapat meningkatkan
upaya pencegahan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya perdagangan anak
diantaranya seperti meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat dan sosialisasi
undang-undang serta kesadaran hukum kepada masyarakat
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]