dc.description.abstract | Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa, Sengketa kewarisan
yang terjadi di masyarakat umumnya terjadi apabila harta warisan dikuasasi,
dimiliki atau telah dijual oleh salah satu ahli waris tanpa persetujuan ahli waris
lainnya, perbedaan pendapat, adanya benturan kepentingan dan tindakan beberapa
pihak yang mengulur pembagian warisan dengan motif tertentu. Perkara sengketa
waris akan diperiksa di pengadilan melalui proses ajudikasi. Sebelum itu majelis
hakim harus menawarkan penyelesaian sengketa melalui perdamaian sesuai Pasal
130 HIR dan 154 RBg agar putusan tidak batal demi hukum. Penyelesaian sengketa
melalui perdamaian di pengadilan dilakukan dengan mediasi dan dibantu oleh
seorang mediator baik dari kalangan hakim pengadilan maupun mediator dari luar
pengadilan. Adakalanya penyelesaian sengketa dapat dilakukan di luar pengadilan,
dengan adanya perdamaian sehingga dibuatlah akta perdamaian untuk memberi
kekuatan hukum
Berdasarkan hasil kesimpulan dapat dikemukakan bahwa, Pertama
Penguasaan objek waris secara melawan hak dalam Putusan Pengadilan Negeri
Kediri Perkara Nomor 86/Pdt.G/2017/PN.Kdr dalam kategori sebagai perbuatan
melawan hukum, karena Tergugat Puji Santoso tanpa alas hak yang sah menguasasi
tanah milik para ahli waris sehingga digugat oleh pemilik yang sah dalam hal ini
milik almarhum Sastrowidjojo R (suami) dan Rr. Issutjiarti (isteri), dengan para
ahli waris Murgiana Larmuwati, Agustin Istikawati, Wulandari, Marsudiono, dan
Sigit Setiawan WS selanjutnya disebut sebagai Para Penggugat. Kedua, Putusan
damai di luar pengadilan yang dapat dimohonkan akta perdamaian pada dasarnya
telah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia menyangkut tanah warisan
yang dikuasasi oleh pihak lain tanpa alas hak yang sah. Penyelesaian sengketa
tersebut berhasil diselesaikan melalui musyawarah oleh Para Penggugat dan
ergugat yang kemudian dituangkan dalam akta perdamaian. Untuk memperoleh
kekuatan hukum, akta perdamaian tersebut dimohonkan penetapan ke Pengadilan
Negeri Kediri untuk memperoleh kekuatan hukum yang kuat dan tetap. Ketiga,
Kekuatan hukum akta perdamaian dalam sengketa bagi para pihak yang
membuatnya bahwa dapat disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum
tetap. Menurut Pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama
seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan terhadapnya tidak dapat
diajukan banding maupun kasasi. Akta perdamaian juga mempunyai kekuatan
eksekutorial, Karena telah berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut
langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Saat putusan tersebut tidak dilaksanakan,
maka dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan. Putusan akta perdamaian tidak
dapat dibanding, karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka
terhadap akta perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.
Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan
kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran, bahwa Pertama, bagi
masyarakat, hendaknya jika terjadi perselisihan atau sengketa waris dalam keluarga
dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat bagi kepentingan bersama.
Dengan penyelesaian secara musyawarah diharapkan ikatan kekeluargaan dan
persaudaraan dalam keluarga tidak terpecah belah dengan adanya sengketa waris
sehingga kerukunan dan kebersamaan dapat tetap terjaga dengan baik. Kedua, Bagi
pemerintah hendaknya hendaknya dapat menggalakkan dan mensosialisasikan
berikut membantu upaya penyelesaian sengketa waris di luar pengadilan. Apabila
terjadi perbedaan pendapat atau permasalahan menyangkut waris dalam keluarga
maka dapat diselesaikan secara musyawarah dengan meminta pendapat kepada
notaris/PPAT, kepala desa, ulama atau pihak lain yang terkait untuk dapat
dimintakan saran-saran sesuai dengan aturan-aturan atau hukum. Ketiga, Jika masih
juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan ke pengadilan. | en_US |