dc.description.abstract | Latar belakang: Gigitan ular merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di
negara tropis dan subtropis. Pada tahun 2009, WHO memasukkan gigitan ular dalam daftar
neglected tropical disease dan sampai sekarang tetap sebagai masalah kesehatan masyarakat
global. Mayoritas penduduk Indonesia bekerja dibidang pertanian dianggap sebagai populasi
berisiko tinggi untuk terkena gigitan ular.Di Indonesia tidak ada laporan epidemiologi.Nasional
yang tersedia disebabkan oleh sistem pelaporan yang kurang akurat. Gigitan ular dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lokal, nekrosis sel perdarahan dalam, hilangnya fungsi
dari otot, pembengkakan, penurunan tekanan darah, kerusakan pada kornea, iritasi dan bengkak
pada daerah uvea, dan pecahnya sel darah merah yang berakhir dengan luka kronis (Niasari,
2003). Tujuan penelitian pada studi kasus ini adalah untuk mengeksplorasi efektifitas
penggunaan zat aktif “Dalethyne” pada luka kronis akibat gigitan ular, dengan menggunakan
metode observasi tahap penyembuhan luka dengan jumlah sampel satu responden.Metode:
Desain penelitian menggunakan desain deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif
(Soekidjo Notoatmodjo, 2012). Desain deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk
menguraikan tentang efektivitas penggunaan zat aktif “dalethyne” pada luka kronis akibat
gigitan ular di tempat praktik mandiri perawat “Mashuri” Tanjungrejo, Wuluhan, Jember tahun
2018.Sebagaimana kasus berikut : Tn. R, 72 tahun dengan luka pada punggung tangan sebelah
kiri akibat tergigit ular 15 belas hari yang lalu saat hendak mengairi lahan pertanian milik
tuannya. Dari hasil pengkajian pada luka didaptkan luas luka ≤ 50 cm
2,
, Jari tengah nekrosis,
dasar warna luka kuning kehitaman dan hasil pemeriksaan Gula Darah Acak 102 mg/dl, selama
ini luka hanya dirawat oleh dirinya sendiri sambil menunggu jadwal operasi di Rumah Sakit
yang sering kali ditunda.Management Luka: Perawatan luka dilakukan tiap hari selama 2
bulan meliputi: 1) cleansing dengan NaCl 0,9%, dan larutan savlon, 2) debridement (sharp
debridement), 3) dressing menggunakan Dermozon yang berisi zat aktif “dalethyine” sebagai
primary dressing, dan melolin serta kassa steril dengan dibebat menggunakan perban gulung
sebagai secondary dressing. Selain itu pasien juga dilatih ROM pasif dan aktif pada jari-jari
tangannya yang masih utuh untuk menghindari kontraktur dan atropi, serta support nutrisi
dilakukan dengan pemberian ekstrak protein tinggi (konsumsi ikan gabus).Hasil: Pemilihan
Ciaran NaCl 0,9%, dan larutan savlon sebagai cleansing pada luka memiliki daya antimikroba
yang cukup guna membunuh kuman pada area luka.Pemilihan dressing yang tepat dapat
membantu menjaga kelembaban luka sehingga mempercepat proses penyembuhan luka, seperti :
moist interactive dressings akan menciptakan natural wound fluid dan endogenous enzymes
untuk melembabkan slough dan meningkatkan granulation. Begitu juga dengan penggunaan
melolin sebagai secondary dressings. Penggunaan seperti zat aktif “dalethyine” bertujuan untuk
mempertahankan kelembaban (moist) luka dengan menyerap eksudat, sebagai autolytic
debridement, dan menjaga luka dari kontaminasi microbial Kondisi moist tetap dipertahankan
untuk memfasilitasi pergerakan macrophage dan neutrophils untuk memacu growth hormone
yang akan menstimulasi fibroblast proliferation yang akan membantu pembentukan jaringan
baru. Kesimpulan dan Saran: Pada kasus ini luas luka mengalami penurunan. Manajemen
perawatan luka yang dilakukan pada pasien menunjukkan penurunan skor perkembangan luka
secara signifikan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain letak, ukuran luka, nutrisi,
sirkulasi, dan pemilihan dressing. | en_US |