dc.description.abstract | Kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah hak dasar bagi manusia untuk yang melekat sejak lahir yang diberikan oleh Tuhan, tidak bisa dicabut dan digantikan oleh siapapun. Hak tersebut adalah hak yang alami (natural rights) yang dimiliki oleh manusia dan bukan pemberian dari negara. Penghormatan terhadap hak kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan merupakan impelentasi dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di Indonesia, ada 6 (enam) agama resmi yang diakui negara melalui perundang-undangan, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Diluar 6 (enam) agama resmi yang diakui negara, ada suatu kelompok yang menamakan diri Penganut Aliran Kepercayaan, yang sudah sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia dan berasal dari Indonesia asli, disebut “agama pribumi”. Negara Indonesia mengakui adanya agama “kepercayaan” atau yang disebut aliran kepercayaan. Negara melindungi hak para Penganut Aliran Kepercayaan, namun produk hukum yang ada, kurang memenuhi rasa keadilan dan kurang mencerminkan prinsip anti-diskriminasi yang sesuai dengan nafas dan jiwa Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa Indonesia. Salah satu kebijakan yang diskriminatif adalah pengosongan atau tanda strip (-) dalam kolom agama diKartu Tanda Penduduk (KTP) Penganut Aliran Kepercayaan. Tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan bagi warganegaranya. Salah satu usaha untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi Penganut Aliran Kepercayaan adalah dengan mencantumkan “aliran kepercayaan” dalam kolom KTP. Hal ini dilaksanakan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 terkait identitas agama bagi penganut aliran kepercayaan. Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri melaksanakan putusan ini atas dasar pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan seluruh permohonan dari pemohon yaitu 4 (empat) orang dari aliran kepercayaan yang berbeda yang mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bentuk politik hukum negara Indonesia maka pelaksanaan putusan harus diikuti dengan perubahan dan penyesuaian Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Selain untuk menjamin hak sipil dn politik warganegara, perubahan dan penyesuaian tersebut adalah bentuk dari tanggungjawab negara terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada prinsipnya adalah menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak dasar setiap individu dalam suatu negara. | en_US |