PEMBUKTIAN UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM DAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN LANGSUNG TUNAI DI KABUPATEN CIREBON
Abstract
Pembuktian unsur sifat melawan hukum dan kerugian keuangan Negara
dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan
Undang-undang No. 20 tahun 2001 merupakan delict inti dari pasal tersebut.
Dengan demikian dalam pembuktian unsur-unsur tindak pidana korupsi, yang
lebih dahulu dibuktikan adalah sifat melawan hukum dan kerugian keuangan
Negara yang merupakan delict inti atau bestanddeel delict. Dan jika delik inti dari
suatu tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa penuntut Umum tersebut tidak
terbukti, maka unsur-unsur lainnya tidak dapat dinyatakan telah terbukti secara
sah dan meyakinkan. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 41.K/PID.SUS/2009, Hakim Mahkamah Agung yang berwenang
memeriksa perkara tersebut telah menjatuhkan putusan berupa perbuatan
terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan tetapi perbuatan terdakwa
telah kehilangan sifat melawan hukumnya sehingga bukan merupakan perbuatan
pidana dan harus diputus lepas dari segala tuntutan atau dakwaan. Hakim telah
memberikan pertimbangan hukum yang cukup terhadap segala fakta yang
terungkap di muka persidangan sehingga rasa keadilan telah terpenuhi bagi semua
pihak.
Skripsi ini terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu, Kesesuaian
sifat melawan hukum dan unsur kerugian keuangan negara dalam pembuktian
dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan kaidah yang berlaku (KUHAP) dan
Dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
41.K/PID.SUS/2009 membatalkan putusan Pengadilan Negeri dengan ketentuan
yang berlaku. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui sifat melawan hukum
dan unsur kerugian keuangan negara dalam pembuktian dakwaan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) telah sesuai dengan KUHAP serta menganalisis dan menelaah
tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak
pidana korupsi.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif,
pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach)
yaitu Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UndangUndang
No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
studi kasus (case study) yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor
41.K/PID.SUS/2009. Bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.
Kesimpulan dari pokok bahasan yang telah diuraikan adalah Pembuktian
sifat melawan hukum dan kerugian keuangan negara pada surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum tidak terbukti sifat melawan hukumnya. Dan dasar pertimbangan
hakim Mahkamah Agung pada Putusan Nomor 41 K/PID.SUS/2009 dalam
mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum mengenai alasan-alasan dari memori
kasasi tentang majelis hakim pengadilan Negeri Sumber Nomor
160/Pid.B/2008/PN.Sbr yang membebaskan terdakwa terhadap segala dakwaan
adalah bukan merupakan pembebasan murni karena majelis hakim telah keliru
menafsirkan sebutan unsur tindak pidana yang didakwakan dan Mahkamah
Agung berpendapat sendiri yaitu tentang unsur-unsur yang terkandung dalam
dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi dan terbukti dalam perbuatan
terdakwa, akan tetapi perbuatan tersebut telah kehilangan sifat melawan
hukumnya, sehingga terdakwa harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan.
Saran dari penulis, Jaksa Penuntut Umum dalam menangani kasus tindak
pidana korupsi seharusnya dalam tingkat penyidikan harus mempersiapkan
dengan matang hal-hal yang berkenaan dengan pembuktian di muka persidangan
dan dalam hal pembuktian kerugian keuangan negara harus dihitung oleh lembaga
yang berwenang yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]