dc.description.abstract | Indonesia sebagai negara hukum, salah satu kewenangan konstisusional
yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi oleh Pasal 24 C ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus
tentang perselisihan hasil Pemilu. Secara eksplisit melalui Pasal 22E ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini apakah yang menjadi dasar
pertimbangan hukum dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia No.129/PHPU. D-VIII/2010, Apakah akibat hukum Putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.129/PHPU.D-VIII/2010 terhadap
hak konstitusional Pemohon.
Tujuan khusus penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, mengkaji
dan menganalisis bentuk sengketa Pemilukada dan bentuk pelanggaran serta
kecurangan proses Pemilukada dan untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis
antisipasi hukum dan tindakan hukum yang dilakukan apabila terjadi pelanggaran
dan kecurangan pada Pemilukada.
Tipe penelitian adalah yuridis normatif yaitu suatu pendekatan
berdasarkan aturan-aturan hukum yang berlaku dan kenyataaan yang ada dalam
masyarakat mengenai sesuatu yang diteliti. Pendekatan masalah menggunakan
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan
hukumnya yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis bahan hukum
digunakan metode deskriptif kualitatif serta disimpulkan dengan metode deduktif.
Pembahasan yang dibahas dalam skripsi ini adalah dasar pertimbangan
hukum dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
No.129/PHPU. D-VIII/2010 serta akibat hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.129/PHPU.D-VIII/2010 terhadap hak konstitusional
Pemohon.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah Mahkamah Konstitusi di dalam
perkembangannya dalam memutus perselisihan hasil Pemilukada melalui
Putusannya telah memperluas obyek sengketa dalam kewenangan sengketa hasil
pemilukada. Dasar yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam
memperluas objek sengketa adalah keadilan procedural tidak dapat
mengesampingkan keadilan substantive, sehingga Mahkamah Konstitusi dapat
memeriksa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama proses pemilukada yang
telah mencederai nilai demokratis.
Saran yang dapat disumbangkan adalah Untuk menjamin keadilan yang
diwujudkan oleh Mahkamah Konstitusi adalah keadilan yang berdasarkan
keoastian hukum, Mahkamah Konstitusi harus merevisi hukum acara dalam
memutus sengketa hasil pemilukada. Dasar untuk merubah hukum acara tersebut
adalah berdasarkan keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah
Konstitusi selama ini. | en_US |