PERJANJIAN KERJA SAMA ASEAN DI SEKTOR PERDAGANGAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
Abstract
Perjanjian kerja sama ASEAN di sektor perdagangan merupakan
perjanjian internasional regional karena perjanjian itu dibuat oleh ASEAN sebagai
organisasi internasional regional/kawasan Asia Tenggara. Semua perjanjian kerja
sama itu mengikat semua negara anggota ASEAN karena mereka setuju untuk
terikat dalam perjanjian kerja sama itu. Kemudian sebenarnya apa latar belakang
yang mendorong ASEAN untuk melakukan perjanjian kerja sama di sektor
perdagangan dan bagaimana sebenarnya kekuatan mengikat dari perjanjian kerja
sama tersebut, maka penulis akan membahasnya lebih lanjut dalam Bab. 2 skripsi
ini. Tujuan dari penulisan skripsi adalah: (1) mengetahui latar belakang terjalinnya
perjanjian kerja sama ASEAN di sektor perdagangan; dan (2) memahami
bagaimana kekuatan mengikat perjanjian kerja sama tersebut.
Metode penelitian dalam skripsi ini meliputi penggunaan: (1) tipe
penelitian hukum secara normatif; (2) pendekatan masalah berdasarkan undangundang,
historis, konseptual; (3) sumber bahan hukum yang meliputi sumber
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier; dan (4) analisis bahan hukum
deskriptif kualitatif, dan selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif sehingga jawaban atas rumusan masalah dapat
tercapai dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Latar belakang dan perkembangan ASEAN dalam menjalin kerja sama
sektor perdagangan dimulai pada tahun 1976 dengan pelaksanaan ASEAN PTA.
Dari beberapa studi literatur, diperoleh hasil bahwa ASEAN PTA belum bisa
dikatakan berhasil. Kegagalan ini justru melahirkan AFTA pada tahun 1992.
AFTA didukung oleh beberapa instrumen, antara lain skema CEPT dan ROO. Fokus utama dari ASEAN masih tetap pada upaya menciptakan ASEAN sebagai
pasar bebas yang berkualitas internasional. Demi optimisme mencapai MEA
2015, maka AFTA, CEPT, dan ROO dikodifikasikan menjadi ATIGA dengan
beberapa penyesuaian berdasarkan Cetak Biru MEA 2015.
Piagam ASEAN mewajibkan setiap negara anggota untuk melaksanakan
setiap perjanjian kerja sama karena mereka setuju untuk terikat dalam perjanjian
tersebut. Walaupun ada perjanjian-perjanjian yang dicetuskan sebelum lahirnya
Piagam ASEAN, namun Pasal 52 ayat (2) Piagam ASEAN memberlakukan
semua perjanjian, baik sebelum atau sesudah lahirnya Piagam ASEAN, kepada
setiap negara anggota. Dengan keberlakuan itu, maka setiap negara anggota wajib
menghormati dan menaati semua perjanjian kerja sama berdasar pada prinsip
good faith.
Ketika perjanjian itu diberlakukan bagi semua negara anggota, maka
mereka wajib melaksanakannya, selain karena mereka sudah setuju untuk terikat
dalam perjanjian, prinsip itikad baik juga harus menjadi landasan mereka dalam
pelaksanaan perjanjian. ASEAN sendiri telah membentuk badan-badan pengawas
yang bertugas untuk mengawasi dan mengontrol perkembangan pelaksanaan
perjanjian kerja sama itu. Badan ASEAN yang khusus untuk mengawasi dan
mengontrol perkembangan pelaksanaan perjanjian kerja sama bidang ekonomi,
termasuk di dalamnya mencakup sektor perdagangan, maka tugas itu dilaksanakan
oleh AEC Council. Jadi, apapun istilah yang disematkan kepada perjanjian kerja
sama tersebut, setiap negara anggota berkewajiban untuk menghormati dan
menaatinya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]