Perilaku Seksual pada Pelaku Kekerasan Seksual Anak (Studi Kualitatif Pada Pelaku di Polres dan LAPAS Kelas IIA Kabupaten Jember)
Abstract
Data kasus kekerasan seksual anak berdasarkan laporan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) total kasus anak sebagai pelaku kekerasan
dari tahun 2011 hingga 2016 total kasus sebesar 2096 kasus dengan 21,4% kasus
kekerasan fisik, 6,1% kekerasan psikis dan 72,5% kekerasan seksual. Persentase
korban seksual paling tinggi sebesar 62,1% kasus, 29,5% kasus kekerasan fisik
dan 8,4% kekerasan psikis. Data Kepolisian resor (Polres) Kabupaten Jember juga
mendukung bahwasanya kasus kekerasan seksual pada anak merupakan kasus
yang paling tinggi diantara jenis kekerasan anak. Angka kekerasan seksual pada 4
tahun terakhir tercatat Tahun 2014 dari total 104 kasus terdapat 52,83% kasus
kekerasan seksual anak. Tahun 2015 jumlah kasus 73 dengan 60,27% kasus
kekerasan seksual anak. Tahun 2016 total kasus 74 kasus dengan 74,32% kasus
kekerasan seksual anak dan tahun 2017 (Januari hingga Juni) total kasus 38 kasus
dengan 57,89% kasus kekerasan seksual anak.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertujuan menganalisis
perilaku seksual pelaku kekerasan seksual anak yang dilakukan di Kepolisian
Resor (Polres) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) kelas IIA Kabupaten
Jember mulai bulan Oktober 2017 hingga September 2018, menggunakan
pendekatan studi kasus. Informan utama merupakan pelaku kekerasan seksual
anak yang berstatus tahanan dan narapidana dengan teknik wawancara mendalam,
dokumentasi dan observasi. Peneliti melakukan triangulasi sumber untuk menguji
keabsahan penelitian.
Hasil penelitian yang didapatkan bahwa umur informan utama berada pada
rentang usia 22-57 tahun, dengan jenis kelamin keseluruhan laki-laki berstatus
menikah dan lajang. Sebagian besar korban adalah anak tiri dari pelaku. Sebagian
besar pelaku mengajak korban dengan memberikan isyarat simbol dan juga ajakan secara verbal. Skrip intrapsikis terdiri dari pengalaman seks dan niat dari informan
untuk melakukan kekerasan seksual anak. Keseluruhan pelaku mengaku tidak
memiliki pengalaman kekerasan seksual pada masa kecil. Sebagian kecil informan
memiliki pengalaman berisiko yaitu tindakan menonton video pornografi dan
melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial di lokalisasi. Pelaku
memiliki hubungan heteroseksual dengan pasangannya namun memiliki masalah
keharmonisan. Tindakan kekerasan seksual pada anak yang dilakukan berupa
perilaku pedofil dan incest.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti kepada instansi DP3AKB
program instansi berupa program Bina Keluarga Remaja dengan penanaman
pendidikan karakter dan parenting skill untuk keluarga bercerai. Media
penyuluhan dapat menjadi pendukung untuk melaksanakan program serta dapat
juga berkerjasama dengan instansi pendidikan dalam penyampaian informasi dan
media penyuluhan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat khususnya orang tua
untuk lebih perhatian dan selalu menjaga komunikasi dengan anak, lebih
mengenalkan serta mengajari anak mengenai pendidikan seksual sedini mungkin.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]