Show simple item record

dc.contributor.advisorHARIANTO, Aries
dc.contributor.authorPRADANA, Fauzy Achmad
dc.date.accessioned2019-04-08T03:06:17Z
dc.date.available2019-04-08T03:06:17Z
dc.date.issued2019-04-08
dc.identifier.nimNIM140710101305
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/90083
dc.description.abstractIndonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pekerja/buruh terbesar di dunia. Fenomena besarnya jumlah pekerja/buruh tersebut, di satu sisi memberikan manfaat bagi pembangunan melalui produktivitas kerja, namun di sisi lain juga menimbulkan berbagai masalah dan dampaknya yang melekat pada pekerja/buruh. Indonesia memiliki kebutuhan untuk mengatur mekanisme perlindungan upah agar pekerja Indonesia dapat menikmati perlindungan dan haknya lebih baik. Kebutuhan ini tidak hanya menata berbagai kebijakan di tingkat perusahaan, namun juga di tingkat regional dan nasional. Hal ini sebagai upaya mendukung kebijakan dalam negeri, serta pembaharuan dan pembangunan hukum terkait perlindungan upah pekerja. Lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah bertujuan untuk menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia pekerja sebagai warga negara, menjamin pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial pekerja beserta keluarganya. Dewasa ini media sering menayangkan berita-berita yang bernada negatif terkait pekerja yang mendapat perlakuan yang tidak selayaknya oleh pengusaha, khususnya, terkait pembayaran upah dibawah UMK. Sehingga dari hal inilah dapat dirumuskan suatu masalah yakni Pertama, Apa pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 72/PUU-XIII/2015 yang mewajibkan pengusaha untuk membayar selisih upah terhutang atas penangguhan pembayaran upah minimum dalam rangka perlindungan pekerja sudah memenuhi prinsip keadilan dan kepastian hukum, Kedua, Apa akibat hukum jika pengusaha tidak mampu membayar selisih upah terhutang atas penangguhan pembayaran upah minimum kabupaten setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 72/PUU-XIII/2015. xiv Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu dengan menelaah bahan hukum baik primer, sekunder, maupun tersier untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Terdapat 2 (dua) pendekatan yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam skripsi ini, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer meliputi peraturan perundangan-undangan, bahan hukum sekunder meliputi buku-buku dan pendapat para ahli serta bahan non hukum yang didapat dari internet, sedangkan analisis yang digunakan terhadap bahan hukum tersebut yakni menggunakan metode induktif. Hasil dari penelitian ini terdiri atas dua hal, Pertama, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 72/PUU-XIII/2015 yang mewajibkan pengusaha untuk membayar selisih upah terhutang atas penangguhan pembayaran upah minimum telah memberikan keadilan dan kepastian hukum terhadap pengusaha dan pekerja. Kedua, Akibat hukum jika pengusaha tidak mampu membayar selisih upah terhutang atas penangguhan pembayaran upah minimum kabupaten setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XIII/2015 adalah perjanjian kerja yang telah dibuat antara pengusaha dan pekerja tersebut dinyatakan batal demi hukum. Rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini bahwa pemerintah diharapkan untuk segera merevisi peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai tindak lanjut dari lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XIII/2015, karena saat ini masih menggunakan peraturan pelaksana yang lama.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101305;
dc.subjectPerlindungan Pekerjaen_US
dc.titlePerlindungan Pekerja Atas Upah Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XIII/2015en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record