dc.description.abstract | Penganiayaan menurut yurisprudensi adalah perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak (nyaman), rasa sakit (pijn) atau
luka (letsel) pada tubuh korban. Terdakwa dalam putusan Pengadilan Negeri Bangil
Nomor:14/Pid.B/2016/PN.Bil melakukan penganiayaan dengan cara membacok
dan mengakibatkan saksi korban Hunaizah mengalami luka robek pada pantat
sebelah kanan sedangkan kepada saksi korban Supandi mengalami luka robek pada
telapak tangan dan punggung tangan. Jaksa penuntut umum dalam menuntut
terdakwa menggunakan dakwaan alternatif maka hakim dapat memilih secara
langsung dakwaan mana yang sekiranya telah sesuai dengan fakta yang terungkap
di persidangan sehingga dalam hal ini hakim memilih dakwaan kesatu yaitu Pasal
351 Ayat (2) KUHP. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini meliputi 2 (dua)
hal yaitu : Pertama, Apakah Putusan Pemidanaan Nomor 14/Pid.B/2016/PN.Bil
sudah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. Dan Kedua, Apakah
bentuk surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum dalam putusan
Nomor:14/Pid.B/2016/PN.Bil sudah sesuai dengan pedoman penyusunan surat
dakwaan.
Tujuan penulisan skripsi ini, Pertama untuk menganalisis kesesuaian
putusan pemidanaan Pengadilan Negeri Bangil Nomor:14/Pid.B/2016/PN.Bil
dengan fakta yang terungkap di persidangan dan Kedua untuk menganalisis
kesesuaian bentuk surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum dengan
pedoman penyusunan surat dakwaan dalam putusan Pengadilan Negeri Bangil
Nomor :14/Pid.B/2016/PN.Bil.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode
penelitian hukum secara yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah
yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conseptual approach).
Kesimpulan penelitian yang diperoleh dari permasalahan Pertama adalah
putusan pemidanaan terkait dengan pasal yang dinyatakan terbukti oleh majelis
hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor : 14/Pid.B/2016/PN.Bil yang
menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
sebagaimana dakwaan alternatif kesatu penuntut umum yaitu Pasal 351 Ayat (2)
KUHP tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan karena
berdasarkan alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan bahwa luka yang
diakibatkan kepada saksi korban memenuhi kriteria luka biasa/luka yang bukan
termasuk kedalam kualifikasi luka berat yang terdapat dalam Pasal 90 KUHP.
Kemudian terhadap permasalahan Kedua adalah terkait dengan bentuk surat
dakwaan jaksa penuntut umum yang disusun dalam bentuk dakwaan alternatif dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor:14/Pid.B/2016/PN.Bil tidak
sesuai dengan pedoman penyusunan surat dakwaan dengan Surat Edaran Jaksa
Agung Republik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 Tentang Pembuatan Surat
Dakwaan karena dalam bentuk dakwaan alternatif digunakan apabila penuntut
umum ragu akan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Jika melihat pasalpasal
yang
didakwakan
sejatinya
kedua
pasal
ini
mempunyai
unsur
yang
sama
dan
tidak
mengecualikan
satu
sama
lain
yakni
sama-sama
masuk
kedalam
tindak
pidana
penganiayaan.
Seharusnya
penuntut
umum
menyusun
surat
dakwaan
dalam
bentuk
subsider,
karena penuntut umum tidak ragu akan tindak pidana yang dilakukan
terdakwa, yang menjadi keraguan penuntut umum adalah kualifikasi dari tindak
pidana termasuk kualifikasi berat atau ringan.
Lebih lanjut saran dari penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam
skripsi ini, Pertama, Majelis Hakim yang menyatakan kesalahan terdakwa dalam
menjatuhkan putusan seharusnya dapat memadukan serta menginterprestasikan
unsur-unsur pasal yang didakwakan dengan alat bukti yang dihadirkan dalam
persidangan. Terkait dengan ketidaksesuaian pasal pada amar putusan majelis
hakim yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan
yang megakibatkan luka berat sesuai dengan dakwaan kesatu penuntut umum yang
berbentuk alternatif Pasal 351 Ayat (2) dengan pertimbangan yuridis majelis hakim.
Seharusnya majelis hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa harus
mendasarkan putusan yang sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan
khususnya mengenai alat bukti keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.
Jika melihat dari alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan maka majelis hakim
seharusnya menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana penganiayaan (biasa) sesuai dengan dakwaan kedua penuntut umum
yang berbentuk alternatif yakni Pasal 351 Ayat (1). Kedua, Penuntut umum dalam
menyusun surat dakwaan dalam perkara ini harus benar-benar cermat dan teliti serta
benar-benar memperhatikan pedoman penyusunan surat dakwaan. Pemilihan
bentuk surat dakwaan serta pasal yang didakwakan sangat menentukan nasib bagi
terdakwa, karena bentuk surat dakwaan mempunyai konsekuensi pembuktian yang
berbeda bagi majelis hakim. Apabila penuntut umum yakin dengan jenis tindak
pidana yang dilakukan terdakwa, akan tetapi ragu akan kualifikasi berat ringannya
tindak pidana maka penuntut umum harus bersikap tegas mengambil sikap untuk
membuat surat dakwaan dengan bentuk subsider. Serta dalam hal ini penuntut
umum dalam menentukan pasal yang didakwakan harus berdasarkan hasil
penyidikan dikarenakan dalam fakta persidangan terdapat unsur perencanaan untuk
melakukan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP. Sebagai
salah satu penegak hukum, penuntut umum harus menunjukkan kemampuan serta
kualitas sebaik-baiknya mengingat bahwa peranan surat dakwaan menempati posisi
sentral dalam pemeriksaan perkara pidana bagi majelis hakim. | en_US |