dc.description.abstract | Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum. Berdasar perkawinan akan timbul hubungan hukum antara suami-isteri dan kemudian dengan lahirnya anak-anak, menimbulkan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak mereka. Dari perkawinan mereka memiliki harta kekayaan, dan menimbulkan hubungan hukum antara mereka dengan harta kekayaan tersebut. Ada juga perkawinan muhallil di mana seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sudah di talak tiga kemudian ia mentalaknya dengan maksud agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh suaminya yang dahulu telah mentalak tiga. Karena itu penulis ingin mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul “KEABSAHAN PERKAWINAN MUHALLIL DALAM HUKUM ISLAM”. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah perkawinan muhallil memenuhi syarat sah perkawinan dalam hukum islam, apakah wanita yang melakukan perkawinan muhallil mempunyai hak gugat cerai terhadap suaminya agar bisa rujuk dengan suami dari perkawinan sebelumnya dan bagaimana status harta perkawinan dalam perkawinan muhallil. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi Ilmu Hukum dan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember. Sebagai sarana untuk menerapkan Ilmu Hukum yang telah diperoleh dalam perkuliahan dengan praktik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, serta untuk memberikan kontribusi pemikiran yang berguna khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember dan bagi masyarakat pada umumnya. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach). Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisa bahan hukum sebagai langkah terakhir.
Tinjauan pustaka dari skripsi ini membahas yang pertama mengenai hukum islam, pengertian hukum islam, sumber hukum islam, ruang lingkup hukum islam, yang mana pengertian-pengertian ini dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia. Kemudian yang kedua mengenai perkawinan, pengertian perkwainan, syarat sahnya perkawinan, macam-macam perkawinan dalam islam, pengertian perkawinan muhallil, yang dikutip oleh penulis dari dari beberapa sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia, serta yang berada dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits.
Pembahasan dalam skripsi ini mencakup yang pertama, yakni perkawinan muhallil tidak dapat memenuhi syarat sah perkawinan dalam hukum islam, kemudian pembahasan yang kedua wanita yang melakukan perkawinan muhallil mempunyai hak gugat cerai terhadap suaminya, akan tetapi tidak bisa rujuk dengan suami dari perkawinan sebelumnya dan permasalahn ketiga status harta perkawinan dalam perkawinan muhallil sesuai ketentuan undang-undang dan hukum islam yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan muhallil tidak dapat memenuhi syarat sah perkawinan dalam hukum islam karena perkawinan yang mempunyai batas waktu seperti kawin muhallil hukum nya tidak sah. Hal ini disebabkan karena perkawinan berbatas waktu, nikah tahlil tidak dibolehkan karena rusaknya aqad perkawinan, oleh karena itu nikah tahlil batal hukumnya dan ini akan berakibat tidak sahnya perkawinan, tidak memiliki tujuan yang selaras dengan tujuan perkawinan dalam Islam, yaitu membentuk keluarga yang kekal, sakinnah, ma waddah, warahmah. Wanita yang melakukan perkawinan muhallil mempunyai hak gugat cerai terhadap suaminya dilihat dari undang-undang Komplikasi Hukum Islam (KHI) pasal 132 ayat (1), Akan tetapi wanita yang melakukan perkawinan muhallil tersebut tidak dapat rujuk kembali karena perkawinan muhallil yang direncanakan merupakan perkawinan yang di larang oleh para ulama, status harta perkawinan dalam perkawinan muhallil adalah dalam perkawinan yang biasa dengan adanya perjanjian perkawinan, maka memiliki harta bersama dan harta yang di bawa dari luar perkawinan. Akan tetapi hukum islam sendiri tidak mengenal adanya percampuran antara harta suami dan isteri. Jadi harta yang diperoleh dari perkawinan muhallil tersebut adalah suami maupun isteri tidak akan mendapatkan harta bersama, karena perkawinan tersebut batal demi hukum dan dilarang oleh para ulama. Berdasarkan hal tersebut masyarakat Indonesia pada umumnya yang beragama islam dalam perkawinan memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan rumah tangga, hendaknya masyarakat Indonesia mengikuti aturan atau ajaran agama islam yang telah ada, tentang bagaimana perkawinan muhallil dapat di lakukan dengan cara yang benar tanpa adanya perjanjian yang merugikan salah satu pihak. Sehingga para perempuan yang telah di talaq tiga oleh mantan suaminya dan hendak kembali ke mantan suaminya melakukan ketentuan yang diajarkan oleh agama islam, jangan sampai melangsungkan pernikahan dengan lelaki lain dengan perjanjian yang dilarang oleh agama dan merugikan salah satu pihak, sehingga hak-hak terhadap perempuan setelah bercerai tidak dapat dilakukan dan mengaharap kepada pejabat KUA (Kantor Urusan Agama) agar lebih selektif lagi menjalankan tugas menikahkan seseorang dari perkawinan yang telah di talaq tiga, agar kasus seperti yang di atas tidak akan terjadi lagi. | en_US |