Analisis Yuridis Tindakan Aborsi yang Dilakukan oleh Bidan (Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg)
Abstract
Aborsi dalam KUHP merupakan tindakan yang dilarang apapun alasannya. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, salah satu tindakan aborsi yang diperbolehkan oleh undang-undang adalah tindakan aborsi yang dilakukan dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan/atau janinnya. Tindakan aborsi tersebut dikenal dengan abortus provocatus medicinalis. Salah satu pengaturan tentang aborsi tersebut (abortus provocatus medicinalis) terdapat dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yaitu Pasal 35 ayat (2) yang menyatakan bahwa yang dapat melakukan tindakan aborsi adalah dokter. Dalam perkara pada Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg, yang melakukan tindakan aborsi adalah bidan. Tindakan yang dilakukan bidan hanyalah mengeluarkan plasenta dari dalam rahim dan matinya janin bukanlah perbuatan bidan.
Dalam peristiwa tersebut Penulis tertarik untuk menganalisis mengenai perbuatan yang dilakukan bidan dalam perkara pada Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg jika dikaitkan dengan fakta hukum dalam putusan tersebut. Untuk itu di dalam Penulisan skripsi ini, hal yang akan terlebih dahulu dianalisis untuk menjawab isu hukum yang ada adalah bagaimana konsep mengenai aborsi jika dilihat dari sudut pandang medis dan hukum, sehingga dapat memperjelas untuk menjawab apakah bidan dalam perkara pada Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg terbukti melakukan aborsi jika dikaitkan dengan fakta hukum dalam putusan tersebut.
Tujuan penelitian ini yang pertama adalah untuk memahami perbedaan konsep aborsi dalam sudut pandang medis dan hukum dan yang kedua adalah untuk menganalisis tindakan yang dilakukan oleh bidan dengan konsep yang telah dibuat oleh Penulis dalam kaitannya pada kasus yang terjadi pada Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg.
Untuk menjawab isu hukum yang timbul, Penulis menggunakan tipe penelitian hukum (legal research), yaitu menemukan kebenaran koherensi, yakni adakah kesesuaian antara aturan hukum dengan norma hukum, norma yang berupa larangan atau perintah dengan prinsip hukum, serta tindakan seseorang dengan norma hukum. Pendekatan yang digunakan Penulis dalam skripsi ini adalah pendekatan undang-undang (statue approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang menjadi pokok bahasan dan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan yang dilakukan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.
Dari sini, Penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Dalam Pembahasan, Penulis mengemukakan bahwa konsep aborsi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang medis dan sudut pandang hukum. Pertama, sudut pandang medis membedakan pengertian antara aborsi dan kuretase. Aborsi merupakan terminasi kehidupan dan mengandung unsure menghilangkan nyawa; sedangkan kuretase merupakan evakuasi janin yang sudah mati dan tidak mengandung unsur menghilangkan nyawa. Bidan dalam Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg hanya melakukan tindakan kuretase, sehingga menurut sudut pandang medis, Bidan tidak melakukan aborsi. Kedua, sudut pandang hukum menggabungkan antara pengertian tindakan aborsi sebagai terminasi kehidupan dan tindakan kuretase sebagai evakuasi janin yang sudah mati ke dalam satu pengertian “aborsi”. Menurut sudut pandang hukum, Bidan melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan karena aborsi tidak dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggungjawab sebagaimana Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Saran dari Penulis yang pertama adalah pengertian hukum seyogianya memisahkan antara aborsi dan kuretase berikut dengan pertanggung-jawabannya karena aborsi dan kuretase memiliki akibat hukum yang berbeda. Tindakan aborsi mengandung unsur menghilangkan nyawa, sedangkan tindakan kuretase tidak mengandung unsur menghilangkan nyawa. Saran yang kedua adalah seharusnya bidan diputus lepas dari segala tuntutan hukum sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP karena abortus spontaneus bukanlah peristiwa pidana. Sesuai dengan fakta persidangan dalam kasus pada Putusan Nomor 131/ Pid.Sus/ 2016/ PN.Kpg, Terdakwa memang terbukti melakukan kuretase, dimana kuretase adalah tindakan mengevakuasi janin yang sudah mati. Selain itu, peristiwa yang terjadi pada Saksi Korban adalah abortus spontaneus, dimana abortus spontaneus tidak memiliki implikasi yuridis apapun
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]