Show simple item record

dc.contributor.advisorNANANG, Suparto
dc.contributor.advisorNUZULIA, Kumala Sari
dc.contributor.authorRONI, Hamzah
dc.date.accessioned2018-11-30T13:28:40Z
dc.date.available2018-11-30T13:28:40Z
dc.date.issued2018-11-30
dc.identifier.nimNIM130710101171
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88693
dc.description.abstractSeorang Laki-laki dan seorang perempuan sudah ditakdirkan oleh Tuhan berpasang-pasangan untuk hidup berdampingan dalam kehidupan. adanya rasa cinta, rasa sayang, rasa ingin memiliki dan menjalankan perintah agama, mereka ingin mewujudkan semua dalam perkawinan. Secara antropologis, perkawinan merupakan bagian dari lingkaran hidup manusia.Sementara secara sosiologis, perkawinan adalah salah satu fenomena sosial yang merubah status hukum seseorang. Perwalian dalam perkawinan adalah suatu kekuasaan atau wewenang syar’i atas segolongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna, karena kekurangan tertentu pada orang yang dikuasai itu, demi kemaslahatannya sendiri. Sering terjadi, wali nassab menjadi permasalahan atau halangan dalam melangsungkan suatu perkawinan karena Wali Nassab yang paling berhak ternyata tidak bersedia atau menolak untuk menjadi wali bagi calon mempelai perempuan dengan berbagai alasan, baik alasan yang dibenarkan oleh syara’ maupun yang bertentangan dengan syara’. Wali Nassab adalah adalah pria beragama islam yang berhubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah menurut hukum islam. Berdasarkan uraian penjelasan diatas penulis tertarik untuk meneliti dan membahasnya dalam suatu Karya Ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul “WALI NASSAB YANG MENOLAK MENJADI WALI NIKAH TERHADAP PERKAWINAN ANAK PEREMPUANNYA (Studi Penetapan Pengadilan Agama Nomor 004/Pdt.P/PA.Wno)”. Rumusan Masalah meliputi 3 (tiga) hal yaitu : pertama, Apa alasan Wali Nassab menolak menjadi wali anak perempuannya yang hendak melakukan perkawinan ? kedua, Bagaimana akibat hukum terhadap perkawinan jika Wali Nassab melakukan penolakan terhadap perkawinan anak perempuannya? Ketiga, Apa pertimbangan hukum hakim berdasarkan undangundang nomor 7 tahun 1989 yang diperbaharui dengan undang-undang nomor 10 tahun 2006 dan diperbaharui lagi dengan undang-undang nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dalam perkara nomor 004/Pdt.P/2008/PA.Wno? Tujuan mengetahui dan memahami permasalahan tersebut melalui tujuan umum yakni, melengkapi tugas akhir dan persyaratan akademik guna mencapai gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Universitas Jember, memberikan kontribusi berupa penyumbangan pemikiran dibidang ilmu Hukum, yang nantinya diharapkan agar bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember, Almamater dan masyarakat pada umumnya. serta tujuan khusus yakni mengetahui dan mengkaji alasan wali Nassab menolak perkawinan anak perermpuannya, mengetahui dan mengkaji akibat hukum wali Nassab menolak anak Perempuannya yang akan melakukan perkawinan dan mengetahui dan mengkaji pertimbangan Hakim dalam putusan Pengadilan Agama Nomor 004/Pdt.P/PA.Wno setelah mengabulkan permohonan Pemohon. Apakah pertimbangan hakim sesuai dengan Undang-undang yang berlaku saat ini. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis Normatif dan pendekatan metode konseptual ( conseptual approach ), yang dimaksud dengan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah maupun norma-norma dalam hukum positif yang berlaku dengan pendekatan perundang-undangan ( statute approach ). Sedangkan pendekatan konseptual (conseptual approach ) adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu Hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum dengan meliputi bahan yang relevan dengan topik penelitan. Bahan-bahan non hukum dapat berupa bahan yang di peroleh dari kamus atau literatur-literatur yang bukan mengenai hukum tetapi berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Kesimpulan dari pembahasan skripsi yakni Alasan wali Nassab enggan atau menolak menikahkan anak Perempuannya termasuk alasan yang dibenarkan syariah ialah apabila anak perempuannya sudah ada yang melamar, apabila calon suami tidak sekufu (tidak seagama) atau kafir dan fasik. alasan yang tidak dibenarkan oleh syariah yaitu karena calon suami miskin, bukan sarjana, dan karena kakak lelakinya belum menikah. Akibat hukum wali Nassab yang menolak menjadi wali nikah anak perempuannya Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 sebagai pengganti Peraturan Mentri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim tersebut, Pasal 1 menjelaskan bahwa Wali Hakim adalah kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang di tunjuk oleh Mentri Agama untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai Wali. Pada pasal 2 ayat 1 dan ayat 2, dapat diketahui bahwa ada beberapa otoritas yang melekat pada Wali Hakim yang terdapat pada poin nomor 5 yang terdapat pada pembahasan yang menyebutkan bahwa Wali Hakim berwenang menikahkan wanita yang Wali Nassabnya adhal/enggan untuk menikahkan, akan tetapi untuk Wali adhal ini Wali Hakim baru boleh menikahkan setelah ada keputusan dari Pengadilan Agama. maka sudah jelas akibat Hukumnya yaitu kewenangan Wali Nassab sudah diganti oleh Wali Hakim apabila sudah ada keputusan atau Penetapan dari pengadilan Agama.Pertimbangan Hakim dalam Penetapan wali adhal adalah berorirntasi pada kemaslahatan Pemohon dan alasan wali Nassab yang tidak berdasarkan pada ketentuan syariah yang di buktikan dalam Persidangan. Dalam penetapan majelis hakim berdasarkan pada hukum Islam dan pandangan yang berlaku, dengan mengutamakan kepentingan Pemohon untuk mengantisipasi suatu perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariah yang diantaranya melakukan Perzinahan maupun Bunuh diri akibat dari wali Nassab yang menolak untuk mengawinkannya. Dan Pemohon sudah di Pandang cukup umur untuk melangsungkan perkawinan serta tidak ada halangan hukum baik menurut hukum Islam maupun perundang-Undangan. Saran ditujukan kepada wali Nassab mengingatkan pentingnya peran wali nikah dalam melaksanakan akad nikah dalam suatu perkawinan terutama bagi mempelai perempuan, baik orang tua dengan anak maupun anak ke orang tua, maka hendaklah di jaga keharmonisannya, lebih mengedepankan alasan-alasan yang di benarkan oleh syariat-syariat Islam. Dan dalam berkeluarga hendaknya tidak mengedepankan kepentingan diri-sendiri agar terhindar dari perselisihan antara keluarga yaitu anak dan orang tua.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries130710101171;
dc.subjectSeorang Laki-lakien_US
dc.subjectseorang perempuanen_US
dc.subjectberpasang-pasanganen_US
dc.subjecthidup berdampinganen_US
dc.subjectkehidupanen_US
dc.subjectrasa cintaen_US
dc.subjectrasa sayang,en_US
dc.subjectrasa ingin memilikien_US
dc.subjectperintah agamaen_US
dc.subjectperkawinanen_US
dc.subjectantropologisen_US
dc.subjectlingkaran hidup manusiaen_US
dc.subjectsosiologisen_US
dc.subjectstatus hukumen_US
dc.titleWali Nassab Yang Menolak Menjadi Wali Nikah Terhadap Perkawinan Anak Perempuannya (Studi Penetapan Pengadilan Agama Nomor 004/Pdt.P/2008/Pa.Wno) Guardian of Nassab Who Refused to Be a Marriage Guardian Against the Marriage of His Daughter ( Religious Court Judgment Study No. 004/Pdt.P/2008/Pa.Wno )en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record