Kekuatan Pembuktian Tanda Tangan Yang Berbeda Pada E-Ktp Dengan Di Perjanjian the Power of Proof in the Form of a Signature That This Is Different with Electronic Id Cards with at an Agreement
Abstract
Manusia pada kehidupan sehari-hari tidak pernah terhindar dari sebuah tindakan hubungan hukum perdata atau yang biasa disebut perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, maka dari itu perjanjian sudah tidak asing lagi dalam kehidupan manusia, hampir disetiap saat manusia melakukan perjanjian. Para pihak yang terlibat dalam perjanjian ini mengikatkan diri satu sama lain sehingga munculah hak dan kewajiban. Perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat sah pada Pasal 1320 KUHPerdatayaitu kesepakatan, kecakapan, suatu pokok persoalan tertentu, suatu sebab yang tidak terlarang. Membuat perjanjian dibutuhkan fotocopy kartu identitas dari para pihak untuk dilampirkan dilembar perjanjian. Tujuan dilampirkannya kartu identitas tersebut sebagai bukti dari identitas para pihak dalam perjanjian. Kartu identitas yang sering disertakan dalam lampiran perjanjian adalah E-KTP. Pada Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan terdapat persyarat pembuatan E-KTP, dilihat dari kecakapan usia 17 tahun dan subjek hukum telah kawin atau pernah kawin untuk usia dibawah 17 tahun dapat membuat E-KTP. Dilihat dari segi usia, pada usia 17 tahun masih labil oleh karenanya masih sering berubah-ubah bentuk tanda tangannya, pembubuhan tanda tangan di kartu identitas hanyalah menjadi kewajiban saja, tanpa mengetahui manfaat dari terteranya tanda tangan di kartu identitas. Beranjak dewasa eksistensi tanda tangan semakin sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dari tanda tangan adalah memberi ciri si penandatangan berupa identitas tanda tangan dalam suatu dokumen atau surat, sedangkan tujuan tanda tangan yang disematkan pada dokumen atau akta, oleh seseorang adalah bahwa sebab si penandatangan menghendaki agar dokumen tersebut dalam hukum memiliki kekuatan pembuktian yang mana ia ingin agar tanda tangannya tersebut dianggap sebagai bukti dari kesepakatan atau kewenangan akan tindakan hukum yang terjadi di kemudian hari. Tanda tangan dalam perjanjian merupakan faktor penting karena merupakan implementasi dari kesepakatan dari perjanjian, namun menjadi permasalahan ketika tanda tangan salah satu pihak atau lebih dalam perjanjian berbeda dengan kartu identitas. Sebagaimana fakta yang terjadi di sebuah salah satu Bank di Kabupaten Jember yang terjadi suatu permasalahan ketika salah satu calon nasabah bank tersebut ingin membuka rekening baru, tetapi saat mengisi formulir pembukaan rekening tabungan baru dan menyerahkan kartu identitas sebagai syarat pelengkap pembukaan rekening baru kepada pihak bank. Pihak bank menolak calon nasabah tersebut karena tanda tangan yang disematkan dalam perjanjian berbeda dengan tanda tangan yang ada di E-KTP.
Beranjak dari kasus tersebut maka muncul ketertarikan, Pertama,keabsahan perjanjian yang tanda tangan para pihak tidak sesuai E-KTP; Kedua, Bagaimanakah kekuatan pembuktian tanda tangan dalam perjanjian yang tanda tangan salah satu pihaknya tidak sama dengan E-KTP dan tidak mengakuinya; Ketiga, Apa akibat hukum dalam perjanjian ketika tanda tangan para pihak tidak sesuai dengan E-KTP.
Penelitian ini dilakukan pertama, untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan perjanjian yang tanda tangan para pihak tidak sesuai E-KTP, kedua, Untuk Mengetahui dan menganalisis kekuatan pembuktian tanda tangan dalam suatu perjanjian, dan yang ketiga untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum apa dalam perjanjian ketika tanda tangan para pihak tidak sesuai dengan E-KTP.
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serat bahan non hukum. Sedangkan analisa bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif, yaitu dengan menyesuaikan bahan hukum yang memiliki relevansi dengan isu hukum, kemudian ditarik kesimpulan sehingga dapat memberikan preskripsi.
Kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian adalah Pertama, perjanjian tertulis baik berbentuk akta otentik atau akta di bawah tangan meskipun tanda tangan salah satu pihak atau lebih memiliki perbedaan tanda tangan antara perjanjian dengan kartu identitas E-KTP tidak menjadi permasalahan selama pihak yang telah mengganti tanda tangan tersebut mengakui bahwa tanda tangan yang berbeda dalam perjanjian tersebut adalah benar merupakan tanda tangan dirinya. Selain pengakuan bahwa tanda tangan yang berbeda tersebut memang benar tanda tangannya, diperlukan juga telah terpenuhinya keempat syarat sahnya perjanjian terpenuhi dan perjanjian tersebut dibuat maupun dilaksanakan dengan itikad baik dari para pihaknya, maka perjanjian tersebut tetap sah. Kedua, kekuatan nilai pembuktian akta di bawah tangan adalah sebagai alat bukti tertulis selama para pihak mengakui kebenaran akta, sehingga dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti tanpa ditemani alat bukti lain. Kekuatan akta di bawah tangan adalah pengakuan dari pihak tergugat apakah tanda tangan tersebut tanda tangannya. Memungkiri tanda tangan menyebabkan penurunan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan menjadi bukti permulaan, maka untuk memperkuat dalil bantahan akta di bawah tangan perlu didampingi oleh alat bukti lain yaitu surat atau tulisan, saksi, persangkaan, dan keterangan saksi ahli hingga hasil laboratorium forensik. Saksi ahli yang berkompeten dalam hal ini adalah graphologist.Ketiga, konsekuensi dari terbukti atau tidaknya suatu bantahan atas tanda tangan pada akta di bawah tangan yang tanda tangan salah satu pihaknya atau lebih yang tidak memiliki kesamaan tanda tangan pada perjanjian dengan tanda tangan yang ada di kartu identitas menyebabkan akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan, karena tanda tangan merupakan bagian dari implementasi kesepakatan yang merupakan syarat subjektif dalam perjanjian. tidak terpenuhinya syarat subjektif menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan. Perjanjian yang dibatalkan memberikan dampak bahwa awalnya perjanjian tersebut dianggap masih ada dan berlaku bagi para pihak selama belum diminta dan dikabulkannya pembatalan oleh hakim, yang mana ketika pembatalan tersebut dikabulkan maka dipulihkannya kembali kedudukan awal barang dan orang dari perjanjian, dikembalikan seperti semula sebelum adanya perjanjian. Pengajuan permintaan pembatalan perjanjian dapat diajukan melalui gugatan ke pengadilan.
Saran yang diperoleh melalui penelitian adalah Pertama, para pihak ketika hendak melakukan suatu perjanjian harus didasarkan dengan itikad baik. Hal tersebut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1339 KUHPerdata untuk melaksanakan isi perjanjian yang intinya suatu perjanjian baik di bawah tangan atau otentik harus didasari oleh itikad baik, karena tidak peraturan yang mengatur secara tegas tentang kesamaan tanda tangan antara kartu identitas dengan perjanjian maka adanya kejujuran dan itikad baik dari para pihak untuk menyamakan tanda tangannya antara yang ada di perjanjian dengan tanda tangan yang ada di kartu identitas. Sedangkan untuk pemerintah hendaknya membuat suatu peraturan yang mengatur tentang kesamaan tanda tangan pada setiap kartu identitas haruslah sama tanda tangannya dan perjanjian. Kedua, kepada para pihak yang hendak melakukan perjanjian akta di bawah tangan dalam mengimplementasikan bentuk kesepakatan selain ditandai dengan menandatangai pada akhiran akta seharusnya juga terdapat lampiran akta yang memuat cap jari semua pihak. Hal tersebut untuk mengurangi resiko dari perubahan tanda tangan yang dilakukan oleh para pihak, sebagai bentuk dari prinsip kehatian-hatian.Ketiga, bagi para pihak yang bersangkutan, apabila tanda tangannya dalam perjanjian berbeda dengan yang ada di E-KTP yang mengakibatkan terjadi sengketa yang mempermasalahkan kebenaran dari tanda tangan tersebut hendaknya mengutamakan proses penyelesaian sengketa secara non litigasi dengan didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak yang bertujuan untuk hubungan antara para pihak tetap berjalan dengan baik karena penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi tidak ada pihak yang menang dan pihak yang kalah.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]