dc.description.abstract | Pengadilan sebagai lembaga yang bertugas untuk menjalankan amanah
keadilan yang memeriksa dan memutus suatu perkara dalam wilayah hukumnya,
terkadang masih kurang adil dalam memberikan keputusan oleh pihak-pihak yang
merasa putusan tersebut masih kurang adil baginya.Upaya hukum pada dasarnya
ditempuh oleh para pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan.Upaya
hukum merupakan hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan, baik banding maupun
kasasi.Penggunaan kasasi sering digunakan hak pemohon untuk menuntut
keadilan kepada pengadilan tingkat terakhir yaitu Mahkamah Agung.Alasan
kasasi sendiri sudah ditentukan secara “limitatif” yaitu dalam Pasal 253 ayat (1)
KUHAP.Salah satu alasan diajukannya kasasi adalah karena suatu peraturan
hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Akan
tetapidalam ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP, tidak dijelaskan lagi
secara terperinci apa yang dimaksud dengan “suatu peraturan hukum tidak
diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya” hanya secara tersirat ketentuan
tersebut adalah suatu kesalahan penerapan hukum, yang terkadang kesalahan
penerapan hukum ini terjadi pada hukum pembuktian, mengingat sangat
pentingnya pembuktian dalam suatu perkara pidana, maka dalam memeriksa dan
memutus suatu perkara, Majelis Hakim harus sangat cermat dan berhati-hati
dalam mempertimbangkan apakah seseorang telah terbukti melakukan suatu
tindak pidana yang didakwakan atau tidak.
Bahkan dalam ketentuan Pasal 183 dikatakan “hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Akan tetapi dalam prakteknya masih saja sering terjadi Majelis Hakim masih
melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum, hingga terkadang terdakwa atau
Penuntut Umum melakukan upaya hukum untuk melakukan perlawaanan terhadap
putusan judex facti. Mengingat pentingnya peran pembuktian dalam suatu perkara
pidana dan apablia terjadi kesalahan penerapan hukum dalam hukum pembuktian yang dilakukan judex facti, sehingga permasalahan yang diangkat dalam penulisan
skripsi ini adalah: pertama, apa dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung
dalam menyatakan putusan yang dimintakan kasasi telah salah menerapkan
hukum dalam hukum pembuktian? Kedua, apa kriteria kesalahan penerapan
hukum dalam hukum pembuktian pidana terhadap penerapan Pasal 253 ayat (1)
huruf a KUHAP?
Tujuan penelitian dari skripsi ini ada dua hal, yaitu yang pertama untuk
mencari tau apa dasar hakim dalam menyatakan suatu putusan telah salah
menerapkan hukum dalam hukum pembuktian, kedua, untuk mengetahui apa saja
kriteria kesalahan penerapan dalam hukum pembuktian, sehingga dapat dikatakan
sesuai dengan alasan kasasi yang tercantum dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a
KUHAP, yaitu, suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagimana mestinya.
Guna mendukung penelitian tersebut menajdi sebuah karya tulis ilmiah yang
dapat dipertanggung jawabkan maka metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normative yang mana difokuskan
untuk mengkaji kaidah dan norma yang ada dalam hukum positif. Pendekatan
masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (
Casue Approach).Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini ialah
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer
menggunakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Putusan Mahkamah
Agung Repbulik Indonesia Nomor997 K/PID/2016, Putusan Mahkamah Agung
Repbulik Indonesia Nomor135 K/PID/2016.
Saran dari skripsi ini adalah, Penulis menyarankan bagi para pembuat
Undang-Undang untuk menyempurnakan undang-undang tersebut dan memberi
kriteria lebih terperinci tentang apa yang dimaksud dengan hukum tidak
diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, sehingga jelas patokan
bagi para penegak hukum dalam mengklasifasikan apakah putusan judex factie
telah salah dalam menerapkan hukum. | en_US |