dc.description.abstract | Indonesia yang menganut sistem presidensiil menyebut lembaga wakil
rakyat dengan istilah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah Amandemen ke II
UUD 1945, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. Artinya, kekuasaan legislasi, kekuasaan penentuan anggaran
(budgeting), dan kekuasaan pengawasan (control) berada pada Dewan Perwakilan
Rakyat. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, lembaga DPR diberikan hakhak
oleh pasal 20A perubahan II UUD 1945 berupa hak interpelasi, hak angket,
dan hak menyatakan pendapat. Ketiga hak tersebut berkaitan erat dengan
pengawasan terhadap pelaksanaan kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dan
Wakil Presiden sehingga banyak penulis memperkirakan apabila hak-hak tersebut
digunakan oleh DPR terhadap Pemerintah, akan berakibat kepada pemberhentian
(impeachment) Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini, yaitu Pertama,
bagaimanakah hak menyatakan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
instrument pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden di Indonesia. Kedua,
bagaimanakah hak menyatakan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat dalam
mekanisme pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden di Indonesia.
Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi dua, yaitu: tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat
dan tugas menyelesaikan studi meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember dan memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi
kalangan umum dan khususnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember.
Tujuan khusus untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan yang diangkat
dalam skripsi ini.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian yuridis
normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang
(statute approuch) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Skripsi ini
menggunakan tiga macam sumber bahan hukum, yaitu bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum dengan
pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum sekiranya dipandang
xiii
mempunyai relevansi, melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan
berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam
bentuk argumentasi dalam menjawab isu hukum, dan memberikan preskripsi
berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa hak menyatakan pendapat DPR
merupakan salah satu cara atau resolusi atas adanya suatu keadaan yang
bergejolak atas suatu kebijakan dalam menjalankan kepemerintahan yang
dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden ataupun yang dilakukan oleh
kabinet, merupakan bentuk pengawasan represif DPR. Hal ini karena pengertian
hak menyatakan pendapat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
mengindikasikan adanya reaksi yang timbul akibat kebijakan Pemerintah,
kejadian luar biasa di luar negeri, serta dugaan pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Penggunaan hak menyatakan
pendapat DPR dalam mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
hanyalah rekomendasi yang harus diajukan kepada lembaga Yudikatif dalam hal
ini adalah Mahkamah Konstitusi untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan DPR
yang mengarah kepada kebijakan ataupun dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Yang kemudian putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut akan diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang selanjutnya akan dirapatkan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat guna memutuskan apakah presiden dan/atau wakil presiden diberhentikan
atau tidak. .
Dalam perkara pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden atas dasar
hak menyatakan pendapat DPR di Indonesia, maka dipandang perlu adanya
penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait (Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 atau tatatertib) agar tidak ada celah hukum yang bisa
dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak menyatakan pendapat setelah
dilakukan interpelasi dan penyelidikan (angket). Syarat minimal dukungan untuk
pengajuan hak menyatakan pendapat yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 juga perlu dikaji lagi dan disempurnakan untuk
meminimalisasi kemungkinan pembatalan pasal yang terkait dengan hal tersebut.
Penggunaan hak menyatakan pendapat harus didasarkan asas independensi serta
xiv
mengedepankan objektivitas. Untuk itu, undang-undang harus
mengakomodasinya secara lebih konkret agar tidak ada permainan politik (koalisi
dan oposisi) yang tidak sesuai dengan semangat UUD Negara RI Tahun 1945. | en_US |