Show simple item record

dc.contributor.authorTAUFIK TRI HANDOKO
dc.date.accessioned2013-12-14T04:21:19Z
dc.date.available2013-12-14T04:21:19Z
dc.date.issued2013-12-14
dc.identifier.nimNIM050710101193
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8861
dc.description.abstractIndonesia yang menganut sistem presidensiil menyebut lembaga wakil rakyat dengan istilah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah Amandemen ke II UUD 1945, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Artinya, kekuasaan legislasi, kekuasaan penentuan anggaran (budgeting), dan kekuasaan pengawasan (control) berada pada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, lembaga DPR diberikan hakhak oleh pasal 20A perubahan II UUD 1945 berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Ketiga hak tersebut berkaitan erat dengan pengawasan terhadap pelaksanaan kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dan Wakil Presiden sehingga banyak penulis memperkirakan apabila hak-hak tersebut digunakan oleh DPR terhadap Pemerintah, akan berakibat kepada pemberhentian (impeachment) Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini, yaitu Pertama, bagaimanakah hak menyatakan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat sebagai instrument pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden di Indonesia. Kedua, bagaimanakah hak menyatakan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat dalam mekanisme pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden di Indonesia. Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi dua, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dan tugas menyelesaikan studi meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember dan memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi kalangan umum dan khususnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember. Tujuan khusus untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approuch) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Skripsi ini menggunakan tiga macam sumber bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum dengan pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum sekiranya dipandang xiii mempunyai relevansi, melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dalam menjawab isu hukum, dan memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa hak menyatakan pendapat DPR merupakan salah satu cara atau resolusi atas adanya suatu keadaan yang bergejolak atas suatu kebijakan dalam menjalankan kepemerintahan yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden ataupun yang dilakukan oleh kabinet, merupakan bentuk pengawasan represif DPR. Hal ini karena pengertian hak menyatakan pendapat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 mengindikasikan adanya reaksi yang timbul akibat kebijakan Pemerintah, kejadian luar biasa di luar negeri, serta dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Penggunaan hak menyatakan pendapat DPR dalam mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden hanyalah rekomendasi yang harus diajukan kepada lembaga Yudikatif dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan DPR yang mengarah kepada kebijakan ataupun dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Yang kemudian putusan Mahkamah Konstitusi tersebut akan diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya akan dirapatkan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat guna memutuskan apakah presiden dan/atau wakil presiden diberhentikan atau tidak. . Dalam perkara pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden atas dasar hak menyatakan pendapat DPR di Indonesia, maka dipandang perlu adanya penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait (Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 atau tatatertib) agar tidak ada celah hukum yang bisa dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak menyatakan pendapat setelah dilakukan interpelasi dan penyelidikan (angket). Syarat minimal dukungan untuk pengajuan hak menyatakan pendapat yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 juga perlu dikaji lagi dan disempurnakan untuk meminimalisasi kemungkinan pembatalan pasal yang terkait dengan hal tersebut. Penggunaan hak menyatakan pendapat harus didasarkan asas independensi serta xiv mengedepankan objektivitas. Untuk itu, undang-undang harus mengakomodasinya secara lebih konkret agar tidak ada permainan politik (koalisi dan oposisi) yang tidak sesuai dengan semangat UUD Negara RI Tahun 1945.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050710101193;
dc.subjectDEWAN PERWAKILAN RAKYAT, MEKANISME PEMBERHENTIAN PRESIDENen_US
dc.titleHAK MENYATAKAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM MEKANISME PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record