Show simple item record

dc.contributor.authorSOFAN PAHLEVI
dc.date.accessioned2013-12-14T04:00:53Z
dc.date.available2013-12-14T04:00:53Z
dc.date.issued2013-12-14
dc.identifier.nimNIM080710191093
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8853
dc.description.abstractKedudukan lembaga kejaksaan (Jaksa Agung) yang berada di bawah eksekutif membuat jaksa menjadi alat eksekutif, bukan sebagai alat negara. Apalagi jika dikaitkan dengan masalah kemandirian kejaksaan, baik secara fungsional maupun secara kelembagaan. Seorang jaksa harus bertanggung jawab secara hierarkis kepada jaksa yang ada di atasnya, dan Jaksa Agung selaku pimpinan lembaga kejaksaan juga harus bertanggung jawab kepada Presiden. Kedudukan kejaksaan yang dipimpin Jaksa Agung demikian ini membuat kejaksaan kurang efektif dalam proses penegakan hukum. Indonesia yang dalam konstitusinya menyatakan sebuah negara hukum wajib menjamin terlaksananya asas-asas umum sebuah negara hukum. Salah satu dari asas-asas tersebut adalah adanya lembaga peradilan yang mandiri. Peradilan dalam sebuah sistem tentunya meliputi polisi, jaksa, dan hakim. Oleh karena itu, seharusnya negara menjamin kemandirian ketiga aparat hukum tersebut. Terutama dalam hal ini adalah lembaga kejaksaan dalam menjalankan fungsi, tugas, dan kewenangannya dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu : (i) Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Jaksa Agung dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang diangkat oleh Presiden; (ii) Bagaimanakah pengaturan tentang pemberhentian Jaksa Agung di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Penulisan skripsi ini bertujuan mengkaji dan menganalisa tentang kedudukan dan kewenangan Jaksa Agung dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang diangkat oleh Presiden, serta untuk mengkaji dan menganalisa tentang pengaturan pemberhentian Jaksa Agung di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis-normatif (legal research) dengan pendekatan masalah melalui pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan asas-asas hukum (legal principle approach), dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta bahan non hukum kemudian dilanjutkan dengan analisa bahan hukum. xv Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah membahas teori hukum, teori pemisahan dan pembagian kekuasaan, serta konsep dasar tentang sistem ketatanegaraan. Tinjauan umum tentang kepala pemerintahan Republik Indonesia yang meliputi bahasan tentang Presiden, kewenangan Presiden, pengangkatan dan pemberhentian jabatan publik di lingkungan pemerintahan. Serta bahasan meliputi tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang diantaranya kejaksaan, jaksa dan penuntut umum, Jaksa Agung, serta tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia. Garis besar pembahasan dalam skripsi ini, bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terlihat bahwa kedudukan lembaga kejaksaan (Jaksa Agung) tidak mandiri baik secara kelembagaan maupun fungsional. Di Indoensia pengangkatan Jaksa Agung merupakan hak prerogatif Presiden. Hal ini tentunya sangat berbeda jika kita bandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika Serikat dimana pengangkatan Jaksa Agung melibatkan senat di samping Presiden. Untuk Indonesia, memang diperlukan sebuah reposisi kelembagaan kejaksaan. Lembaga kejaksaan sudah tidak seharusnya berada di bawah Presiden dan pengangkatan Jaksa Agung seharusnya bukan merupakan hak prerogatif Presiden. Melainkan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat yang sebagai representasi dari rakyat (fit and proper test). Sehingga lembaga kejaksaan (Jaksa Agung) dalam menjalankan tugasnya benar-benar mandiri, namun untuk itu perlu juga diadakan peningkatan profesionalitas aparat kejaksaan itu sendiri. Serta terkait dengan pemberhentian Jaksa Agung dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menimbulkan multi tafsir sehingga tidak memiliki nilai kepastian hukum. Saran-saran yang dapat diberikan adalah Diperlukan langkah legislative review oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk membenahi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang diantaranya : Perlu dilakukan reposisi terhadap Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia, bahwasanya kejaksaan harus benar-benar terpisah dari badan eksekutif; Untuk hal ketegasan independensi lembaga kejaksaan, ada 2 (dua) pilihan yang pertama Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga tersendiri kedudukannya diteguhkan dalam xvi konstitusi, mengingat untuk kepentingan independensi itu sendiri serta mengingat lembaga kejaksaan sebagai lembaga yang sifatnya konstitusional karena menjalankan tugas wewenang atas nama negara. Atau yang kedua, kembali memasukkan lembaga kejaksaan dalam Mahkamah Agung mengingat fungsi lembaga kejaksaan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Sehingga lembaga kejaksaan bukan lagi lembaga pemerintah, melainkan masuk dalam ranah kekuasaan kehakiman secara seutuhnya. Serta untuk tidak terjadinya kontradiksi antara kedudukan lembaga kejaksaan dengan fungsinya yang memiliki fungsi yudikatif; Dalam hal pengangkatan Jaksa Agung sebaiknya melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (fit and proper test), sebagai wujud dari representasi rakyat Indonesia; Perlu diadakan perubahan terhadap sistem hukum acara pidana, sehingga seorang jaksa seharusnya dapat bertanggung jawab secara penuh dari proses penyidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan yang sebagai bagian dari tugasnya; dan Perlu dirumuskan kembali dengan jelas dan tegas terkait masa jabatan Jaksa Agung (Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia), yang sebagai bentuk untuk melanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, agar tidak terulang kembali permasalahan yang sama dan untuk menghindari multitafsir (polyinterpretabel), serta demi menjaminnya kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga aturan tersebut, nantinya memiliki suatu aturan yang jelas dan tegas (terkait dengan masa jabatan Jaksa Agung).en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710191093;
dc.subjectANALISIS YURIDIS, JAKSA AGUNGen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN JAKSA AGUNG DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record