Show simple item record

dc.contributor.advisorARIS, Zainul Muttaqin
dc.contributor.advisorAGUS, Triono
dc.contributor.authorADHE, Reza Firmansyah
dc.date.accessioned2018-11-27T11:34:44Z
dc.date.available2018-11-27T11:34:44Z
dc.date.issued2018-11-27
dc.identifier.nimNIM121910101081
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88512
dc.description.abstractEnergi merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia. Kebutuhan energi semakin meningkat dengan adanya kemajuan teknologi di dunia. Karena kebutuhan energi yang meningkat maka membuat usaha manusia untuk mengeksploitasi sumber energi tersebut juga meningkat. Mengingat terbatasnya persediaan sumber energi tersebut, manusia mulai memanfaatkan sumber energi lain seperti energi angin, energi air, ataupun energi matahari, dll. Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada 60LU dan 110 LS daerah katulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama 10 - 12 jam dalam sehari. Potensi sumber energi matahari di Indonesia sebagai sumber energi listrik alternatif sangat perlu dikembangkan mengingat, total intensitas penyinaran rata - rata 4,5 kWh per meter persegi perhari. Sejauh ini, salah satu pemanfaatan energi matahari yaitu untuk pemanas air. Pemanas air dengan menggunakan tenaga matahari atau lebih dikenal dengan Solar Water Heater (SWH) terus dikembangkan. Untuk dapat secara langsung memanfaatkan energi panas matahari untuk memanaskan air digunakan suatu perangkat yang dapat mengumpulkan energi matahari yang sampai ke permukaan bumi dan mengubahnya kembali menjadi energi kalor yang berguna. Perangkat ini disebut dengan kolektor surya. Namun, ada beberapa masalah dalam pemanfaatan energi surya adalah sifat radiasi surya yang intermiten, dan besarnya radiasi yang tersedia dipengaruhi oleh waktu, kondisi cuaca dan posisi lintang. Untuk pemecahan permasalahan tersebut, teknologi yang dianggap sangat cocok adalah penyimpanan energi termal (Thermal Energy Storage, TES) (Sharma dkk, 2009). Beberapa kajian dilakukan untuk pemanfaatan material penyimpan panas dari hidrat garam, parafin, dan senyawa organik (Abhat,1981). Parafin wax merupakan salah satu PCM yang memiliki sifat antara lain: densitas energinya cukup tinggi (~200 kJ/kg) dan konduktivitas termalnya rendah (~0,2 W/m.ºC) ,sifat termalnya stabil di bawah 500ºC, tidak berbahaya dan tidak reaktif (Nadjib dkk, 2015). Namun parafin memiliki konduktivitas termal yang rendah sehingga perlu waktu untuk proses peleburan dan pemadatan. yang mengurangi daya keseluruhan dari perangkat penyimpanan panas dan dengan demikian akan membatasi aplikasi (Buddhi D, 1977). Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan kajian ulang penambahan material yang dapat meningkatkan panas laten parafin. Mentega merupakan salah satu material penyimpan energi termal dalam bentuk panas laten. Mentega memiliki panas spesifik sebesar 2300 J/kgK dengan kisaran temperatur diatas 400C dan konduktifitas termal 0,29 W/mK ( I.H. Tavman dan S. Tavman, 1999). Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan penambahan mentega pada PCM parafin dapat meningkatkan meningkatkan karakteristik PCM meliputi peningkatan panas spesifik PCM (Cp), densitas (ρ), viskositas (v), dan konduktifitas (k), yang bertujuan untuk meningkatkan laju perpindahan panas yang terdapat pada PCM di dalam kolektor surya. Peningkatan laju perpindahan panas pada kolektor akan meningkatkan kinerja kolektor dari segi energi berguna dan efisiensi kolektor. Energi berguna pada proses pemanasan yang paling besar terdapat pada pipa kolektor surya non PCM, hal ini terjadi karena radiasi langsung disalurkan oleh plat dan pipa absorber yang terbuat dari bahan tembaga langsung ke air. Untuk pipa yang dilengkapi PCM energi berguna terbesar didapat oleh PCM parafinmentega 20%. Kemudian PCM parafin-mentega 20% dan yang terendah PCM parafin 100%. Sedangkan pada proses pendinginan energi berguna terbesar terdapat pada PCM parafin 100%. Efisiensi kolektor surya terbaik terdapat pada kolektor surya yang tidak dilengkapi PCM yaitu sebesar 101,41 %. sedangkan kolektor surya dengan penambahan PCM campuran parafin-mentega 20%, 10% dan parafin murni adalah sebesar: 82,09%, 74,85 %, 62,78%. Meskipun memiliki efisiensi yang cukup tinggi kolektor surya tanpa dilengkapi PCM tidak bisa melepaskan panas pada saat proses pendinginan sehingga saat proses tersebut energi berguna pada kolektor surya tanpa PCM sangat kecil. Sedangkan pada kolektor surya yang dilengkapi PCM energi berguna yang dihasilkan pada saat proses pendinginan masih besar.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries121910101081;
dc.subjectEnergien_US
dc.subjectKehidupan manusia.en_US
dc.subjectKebutuhan energien_US
dc.subjectKemajuan teknologien_US
dc.subjectKemajuan teknologi di duniaen_US
dc.subjectSumber energien_US
dc.subjectEnergi angin,en_US
dc.subjectEnergi airen_US
dc.subjectEnergi mataharien_US
dc.titleAnalisis Thermal Kolektor Pemanas Air Yang Dilengkapi Pcm Parafin – Mentegaen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record