KAJIAN YURIDIS BERPINDAHNYA WALI NASAB KEPADA WALI HAKIM DALAM PERKAWINAN (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor : 80/PDT.P/2009/Pa.Jr)
Abstract
Perkawinan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia,
dalam masyarakat. Melalui perkawinan yang dilakukan menurut aturan hukum
yang mengatur mengenai perkawinan ataupun menurut hukum agama masingmasing
sehingga suatu perkawinan dapat dikatakan sah, maka pergaulan lakilaki
dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai
mahluk yang bermartabat. Diantara rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam
perkawinan terdapat wali nikah. Wali nikah dalam suatu perkawinan merupakan
rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk
mengawinkannya. Wali di dalam perkawinan adalah hal yang sangat penting
dan menentukan. Tidak sah perkawinan tanpa adanya wali dari pihak
perempuan, sedangkan bagi calon pengantin laki–laki tidak di perlukan wali
nikah untuk sahnya perkawinan tersebut. Apabila tidak ada sama sekali wali
yang disebutkan di atas ataupun wali nasabnya tidak mau mengawinkan maka
mempelai tersebut bisa menggunakan wali hakim untuk melangsungkan
perkawinan. Bagi pihak perempuan tersebut bisa mendapatkan wali hakim
dengan cara mengajukan permohonan wali adhol yang ditujukan kepada
Pengadilan Agama tempat calon mempelai wanita bertempat tinggal.
Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal yaitu ; (1) apakah alasan
wali nasab yang menolak menjadi wali dalam perkawinan bagi anaknya ? (2)
apakah dasar pertimbangan hukum berpindahnya wali nasab kepada wali hakim
dalam pelaksanaan perkawinan ? dan (3) apakah akibat hukum ditetapkannya
wali hakim dalam perkawinan ?
Tujuan umum dilaksanakannya penulisan hukum ini antara lain : untuk
memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan
dalam bidang hukum khususnya Hukum Perkawinan. Sedangkan tujuan khusus
dalam penulisan hukum ini adalah : untuk mengetahui dan memahami alasan
wali nasab yang menolak menjadi wali dalam perkawinan bagi anaknya, dasar
pertimbangan hukum berpindahnya wali nasab kepada wali hakim dalam
pelaksanaan perkawinan dan akibat hukum ditetapkannya wali hakim dalam
perkawinan. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis
xiii
ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode penelitian dalam
penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undangundang
(statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan
pendekatan kasus (case approach).
Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa ; Bahwa perkara wali
adhal adalah merupakan kompetensi Pengadilan Agama sesuai dengan
ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1987 tentang
Wali Hakim. Bahwa berdasarkan keterangan pemohon, bukti-bukti yang
disampaikan di persidangan majelis menemukan fakta-fakta bahwa wali nikah
pemohon menyatakan di depan persidangan tidak mau atau menolak
menikahkan pemohon dengan calon suaminya adalah tidak beralasan hukum dan
bertentangan dengan syarat-syarat sahnya perkawinan yang terdapat dalam Bab
II Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan dan Bab VI Pasal 39 sampai dengan Pasal 44 Kompilasi Hukum
Islam dimana ketentuan-ketentuan dari aturan-aturan yang termuat dalam pasal
tersebut di atas dijadikan pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim untuk
menetapkan berpindahnya wali nasab kepada wali hakim dalam perkawinan,
disamping itu sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Menteri Agama No.2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim bahwa wali nasab
diperbolehkan menikahkan anaknya bila merubah fikirannya sekalipun sudah
ada penetapan Pengadilan Agama tentang adhalnya wali.
Saran yang diberikan bahwa, hendaknya orang tua sebagai wali nikah
dapat bertindak bijaksana sehingga dapat merestui dan menikahkan putrinya
sebagai wali yang sah. Pernikahan harus dilangsungkan dengan wali. Apabila
dilangsungkan tidak dengan wali atau yang menjadi wali bukan yang berhak
maka pernikahan tersebut tidaklah sah dan dianggap perkawinannya tidak
pernah ada. Wali hakim merupakan jalan terakhir bagi dilangsungkannya
perkawinan. Hendaknya hakim dapat bertindak adil dalam memutus perkara
penetapan wali hakim, karena nikah merupakan upaya positif dalam membentuk
ikatan keluarga yang kekal dan abadi. Jangan sampai halangan pernikahan
karena tidak adanya restu dari wali yang adhal, menjadikan pergaulan manusia
menjadi sesuatu yang dosa dalam perzinahan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]