Show simple item record

dc.contributor.advisorRATO, Dominikus
dc.contributor.advisorYASA, I Wayan
dc.contributor.authorPANDORASARI, Peggy Nadia
dc.date.accessioned2018-11-21T06:31:24Z
dc.date.available2018-11-21T06:31:24Z
dc.date.issued2018-11-21
dc.identifier.nimNIM130710101253
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88298
dc.description.abstractTujuan penulisan skripsi ini adalah Untuk mengkaji atau membahas wujud dari harta warisan menurut Hukum Adat Osing, untuk mengkaji atau membahas pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Osing, dan untuk mengkaji atau membahas mengenai upaya yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak setuju mengenai pembagian harta warisan dan cara penyelesaian sengketanya. Untuk menjawab permasalahan yang timbul penulis menggunakan metode penulisan Empiris. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan Yuridis dan pendekatan Sosiologis serta menggunakan sumber data primer, dan data sekunder yang sesuai dengan tema skripsi ini. Pembahasan yang diperoleh dari permasalahan yang pertama adalah Wujud harta warisan merupakan objek harta waris, misalnya tanah, sawah, pekarangan, rumah, dan lain sebagainya. Berdasarkan pandangan masyarakat Osing di desa Kemiren, wujud harta warisan yang dapat diwariskan adalah harta asal dan harta gono-gini. Harta asal tetap berada di bawah kepemilikan atau penguasaan masing-masing oleh suami atau isteri. Kemudian pembahasan atas permasalahan yang kedua adalah Pembagian harta warisan di desa Kemiren sampai sekarang ini diatur secara bervariasi, ada kalanya memberikan pembagian yang sama rata diberikan kepada ahli waris laki-laki maupun perempuan. Penggunaan sistem “segendong sepikul” atau pembagian dengan perbandingan dua untuk pria berbanding satu untuk wanita juga terdapat dalam cara pembagian harta warisan pada masyarakat Osing di desa Kemiren akan tetapi, pengaturan semacam ini tidak lagi dominan. Kebiasaan di desa Kemiren dalam pembagian harta warisan pewaris telah memberikan harta waris kepada ahli warisnya semasa pewaris masih hidup, agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari pada saat pewaris telah meninggal. Selanjutnya mengenai pembahasan atas permasalahan yang ketiga yaitu diselesaikan diantara para pewaris itu sendiri dengan mengadakan pertemuan atau musyawarah antara para pihak yang bersangkutan dengan dipimpin oleh orangtua yang masih hidup atau dipimpin oleh anak tertua atau salah satu diantara ahli waris yang mempunyai wibawa dan bijaksana dari pihak ayah atau ibu. Apabila tidak tercapai kata sepakat diantara para pewaris mengenai hal yang diperselisihkan, maka pembicaraan akan ditangguhkan untuk sementara waktu guna memberi kesempatan bagi para pihak untuk berkonsultasi dan berkompromi diantara para ahli waris yang satu dengan yang lain baik dilakukan secara langsung maupun dengan perantara. Dalam pertemuan berikutnya diberikan kemungkinan adanya campur tangan pihak yang dituakan atau kerabat dekat serta anggota keluarga yang mempunyai pengaruh sebagai penengah. Hal ini guna mencari jalan keluar dari perbedaan pendapat yang terjadi antar pihak sehingga ditemukan titik temu yang disepakati bersama oleh para pihak. Kesimpulan yang diperoleh dari rumusan yang pertama adalah Wujud harta warisan menurut Hukum Adat Osing meliputi tanah, sawah, pekarangan, rumah, dan lain sebagainya. Rumusan permasalahan yang kedua yaitu pembagian harta menurut Hukum Adat Osing dilakukan dengan cara membagikan harta warisan secara merata kepada setiap ahli waris akan tetapi, sebagian kecil dari masyarakat desa Kemiren masih ada yang menganut sistem pembagian segendong sepikul atau pembagian dengan perbandingan dua untuk pria berbanding satu untuk wanita. Rumusan permasalahan yang ketiga yaitu upaya yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak setuju, pertama kali dengan cara musyawarah dalam keluarga yakni mempertemukan seluruh ahli waris dan orangtua atau pewaris yang masih hidup. Hal ini digunakan untuk menentukan bagian yang akan diperoleh oleh masing-masing ahli waris berdasarkan petunjuk yang diberikan pewaris, serta membicarakan mengenai hutang-piutang pewaris dan penyelesaiannya. Pemimpin musyawarah yaitu orangtua yang masih hidup atau bisa juga dipimpin oleh anak tertua. Apabila salah satu pihak tidak setuju dengan hasil musyawarah, salah satu pihak dapat melaporkan permasalahan tersebut kepada Kepala Desa. Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, sekiranya penulis memberikan suatu pemikiran yang dapat dijadikan suatu masukan atau saran yaitu: apabila dalam proses pembagian harta waris terdapat permasalahan, maka hendaknya selalu dilakukan musyawarah dengan semangat kekeluargaan dan selalu menjaga kerukunan antar saudara untuk mencari penyelesaian atau keputusan terbaik yang dapat diterima oleh semua pihak. Saran yang kedua, Penyuluhan dan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat atau dengan Lembaga Kedinasan terkait dengan sengketa tanah agar terus diupayakan, supaya pengetahuan masyarakat bertambah dan dapat meminimalisir adanya sengketa harta waris.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries130710101253;
dc.subjectHARTA WARISen_US
dc.subjectHUKUM ADAT OSINGen_US
dc.titlePenyelesaian Sengketa Harta Waris Menurut Hukum Adat Osing Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangien_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record