dc.description.abstract | Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah perjanjian baku
yang dibuat oleh pelaku usaha dalam perjanjian pembiayaan konsumen sesuai
dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ?
(2) Apakah penyelesaian sengketa melalui Badan Peyelesaian Sengketa Konsumen
sudah sesuai dengan kesepakatan pihak PT. Sinar Mitra Sepadan (SMS) Finance
dan Rahmat Hidayat selaku pihak konsumen dan (3) Apakah pertimbangan hukum
hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 263 K/Pdt.Sus/2016 sudah sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Metode penelitian dalam penulisan skripsi
ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah
menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual, dengan
bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non
hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif
kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian dipergunakan metode
analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Konsekwensi
hukum jika dalam suatu perjanjian baku yang dibuat oleh pelaku usaha, pada
dasarnya mempunyai dasar hukum yang dalam pelaksanannya bebas tapi terbatas.
Artinya walaupun diperkenankan dengan menggunakan dasar hukum ketentuan
Pasal 1320 dan 1338 BW namun dibatasi pula oleh ketentuan dalam Undang
Undang Perlindungan Konsumen. Apabila perjanjian baku tersebut membawa
kerugian bagi konsumen dan diajukan gugatan ke pengadilan, hakim memutuskan
untuk membatalkan demi hukum perjanjian, maka perjanjian menjadi batal
seluruhnya (bukan hanya klausula bakunya). Dengan demikian, perjanjian baku
yang merugikan konsumen akan menjadi batal demi hukum. Penyelesaian sengketa
melalui jalur litigasi dan non litigasi sama-sama kuat dan benarnya namun
demikian karena sudah ada perjanjian yang memuat bagaimana cara menyelesaikan
sengketa tersebut, para pihak harus tunduk dan patuh kepada penyelesaian tersebut
karena mengacu pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa kesepakatan dalam
perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang. Jika kesepakatan dalam
perjanjian tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan wanprestasi dalam
perjanjian. Dalam perjanjian tersebut juga diatur dan disebutkan bagaimana dan
lembaga apa yang dipilih para pihak untuk menyelesaikan permasalahan jika dalam
perjanjian tersebut timbul sengketa (choice of forum). Dalam suatu hubungan bisnis
atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. sengketa yang perlu
diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul
perjanjian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal lainnya. Akibat hukum tidak
dipenuhinya klausul perjanjian tentang lembaga penyelesaian sengketa adalah
wanprestasi. Pelaku Usaha dengan Konsumen telah terikat dalam Perjanjian
Pembiayaan Konsumen Nomor 9018846307/PK/07/12, tanggal 25 Juli 2012, yang
mana telah menyepakati tempat pemilihan penyelesaian sengketa, yaitu di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mana pada kenyataannya perihal
perjanjian penyelesaian sengketa tersebut tidak pernah ditunjukkan dan dibacakan
kepada Konsumen (Pemohon Kasasi) dan telah pernah disanggah atau dibantah
dalam replik Pemohon Kasasi tanggal 25 September 2015 perihal tempat
penyelesaian sengketa a quo tersebut, lagi pula perihal kesepakatan tempat
Penyelesaian sengketa tersebut, apabila dihubungkan pada Pasal 45 ayat (2)
Undang Undang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi, “Penyelesaian Sengketa
dapat ditempuh melalui Pengadilan atau di luar Pengadilan berdasarkan pilihan
sukarela para pihak yang bersengketa”, bahwa dalam sengketa a quo, Termohon
Kasasi (Pelaku Usaha) telah menerapkan klausula baku dalam Perjanjian
Pembiayaan tersebut sebelum terjadinya sengketa, seharusnya jika terjadi sengketa
antara Para Pihak maka Para Pihak dapat memilih penyelesaian sengketa apakah
melalui Pengadilan atau di Luar Pengadilan secara sukarela
Saran yang dapat diberikan bahwa, Hendaknya kepada konsumen diberi
pembelajaran untuk berani melakukan penyelesaian litigasi maupun non litigasi
dalam menyelesaikan masalah tersebut sebagai bentuk pembelajaran terhadap
masalah hukum perlindungan konsumen. Selama ini banyak konsumen yang
merasa dirugikan akibat tidak jelasnya perlindungan terhadap mereka, salah satunya
disebabkan karena lemahnya hukum dan perlindungan terhadap konsumen,
demikian halnya kepada pihak pelaku usaha harus berhati-hati dalam menyusun
perjanjian baku, dengan memperhatikan hak dan kewajiban keseimbangan
kepentingan antara pelaku usaha dan konsumen. Para pihak dalam perjanjian
hendaknya dapat melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sehingga tidak
terjadi wanprestasi yang merugikan orang lain yang mewajibkan orang lain tersebut
mengganti kerugian tersebut. Para pihak dalam perjanjian hendaknya mempunyai
itikad baik dalam perjanjian sehingga perjanjian tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik sesuai dengan kesepakatan para pihak. Hendaknya dalam menangani
masalah kredit macet demikian halnya dalam pembiayaan konsumen perlu ada
upaya penyelesaian secara damai oleh kedua belah pihak dalam hal ini dengan
melaksanakan penyelamatan kredit, antara lain melalui penjadwalan kembali
(reschedulling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali
(restructuring) atau mungkin dapat melalui upaya alternatif penyelesaian sengketa
seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi atau arbitrase. Namun demikian bila
penyelesaian berupa penyelamatan kredit belum berhasil, upaya yang terakhir yang
ditempuh adalah penyelesaian kredit melalui jalur hukum yaitu dengan pelaksanaan
eksekusi terhadap barang atau benda yang dijaminkan. | en_US |