Show simple item record

dc.contributor.authorRIYAN ARINUR FITRAH
dc.date.accessioned2013-12-13T02:01:53Z
dc.date.available2013-12-13T02:01:53Z
dc.date.issued2013-12-13
dc.identifier.nimNIM080710101024
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8801
dc.description.abstractPresiden sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan negara memiliki tanggung jawab penuh dalam hal kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan tersebut, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden yang kemudian bertindak sebagai lembaga eksekutif negara. Pemisahan kekuasaan menempatkan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang dilengkapi dengan lembaga negara yang berfungsi sebagai pengawasan. Pemisahan kekuasaan negara tersebut bertujuan memenuhi mekanisme check and balances. Mekanisme ini berwujud saling mengawasi satu sama lain sehingga pertanggungjawaban setiap lembaga negara kepada rakyat lebih transparan. Perilaku Presiden atau Wakil Presiden selama menjalankan jabatannya merupakan objek penelitian dalam skripsi ini. Permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini yakni mengenai mekanisme pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden yang berdasarkan dugaan perbuatan tercela dan ruang lingkup perbuatan tercela yang dapat dijadikan dasar pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Tujuan dari penulisan ini yaitu, untuk mengetahui dan mendalami permasalahan dibidang hukum tata negara khususnya terkait dengan proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden antara Indonesia dengan Amerika Serikat atas dugaan perbuatan tercela dan untuk mengetahui dan menganalisa jangkauan atau ruang lingkup perbuatan tercela yang dapat dipakai dasar pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden di Indonesia dan Amerika Serikat. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan Undang-undang, konseptual, pendekatan historis, pendekatan asas-asas hukum dan pendekatan komparatif. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode analisis silogisme dan interpretasi yang kemudian di analisis menggunakan metode ini. Tinjauan Pustaka dalam penulisan skripsi ini memuat uraian yang sistematik tentang asas, teori, konsep dan pengertianpengertian yuridis yang relevan yakni mencakup : Negara hukum, sistem pemerintahan, pengertian pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden dan pengertian perbuatan tercela. Dalam hal tanggung jawab negara yang dalam sistem pemerintahan presidensiil baik yang dianut oleh Republik Indonesia maupun Amerika Serikat sama-sama menempatkan Presiden sebagai kepala negara (head of state) sekaligus kepala pemerintahan (head of government) yang diatur dalam suatu mekanisme checks and balances. Dalam USA Constitution article II section 4 : “The president, vice president and civil officer of united state, shall be removed from office on impeachment for and conviction of treason, bribery or high crimes and misdemeanors”. Dari sisi material uraian substansi dari pasal ini dijelaskan bahwa tidak hanya presiden dan wakil presiden saja yang dapat diberhentikan dari jabatannya melalui impeachment, namun seluruh pejabat negara sampai tingkatan xiv pejabat distrik dapat diberhentikan dari jabtannya melalui proses impeachment apabila terlibat atau melakukan tindakan yang sesuai dengan rumusan article impeachment dalam konstitusi amerika serikat, namun dari segi formil, penjelasan mengenai pengkhianatan negara, penyuapan, tindak pidana berat dan perbuatan tercela yang menjadi dasar untuk melakukan proses impeachment tidak dijelaskan secara luas dan mendetail baik dipenjelasan di konstitusi maupun undang-undang dibawah kosntitusi. Sedangkan dalam Undang-Undag Dasar 1945 pasal 7A Cakupan pasal ini dari sisi materiil hanya mengikat dua subjek yang dapat diproses dalam impeachment yakni presiden dan wakil presiden, mekanisme impeachment menurut pasal ini dapat ditujukan kepada presiden saja atau wakil presiden saja, atau presiden atau wakil presiden sekaligus. Pasal ini tidak mengakomodasi pemberhentian terhadap pejabat negara selain presiden dan wakil presiden karena pemberhentian pejabat negara dari jabatannya merupakan extraordinary justice system yang hanya diperuntukan untuk presiden dan wakil presiden saja. Sedangkan dari sisi formil, sebab-sebab impeachment dalam pasal ini dijelaskan secara lebih luas di dalam pasal 10 ayat (3) undang-undang no 08 tahun 2011 tentang mahkamah konstitusi. Melihat dari perbandingan dasar hukum permberhentian presiden atau wakil presiden atas dugaan perbuatan dari kedua negara, bisa ditarik benang merah dari kedua aturan tersebut. Bahwa Pengaturan impeachment dalam konstitusi Amerika Serikat secara materiil lebih luas cakupannya dibandingkan dengan pengaturan Pemberhentian terhadap Presiden atau Wakil Presiden dalam konstitusi Republik Indonesia dalam hal subjek yang dapat diproses impeachment. Kelebihan dari luasnya cakupan subjek dalam Article II Section 4 USA Constitution ialah dampak langsung terhadap penegakan hukum (law enforcement) terhadap pejabat negara. Impeachment disini dapat dikatakan sebagai konsep audit prestasi, maka jika audit prestasi juga ditujukan kepada pejabat negara selain presiden dan wakil presiden dapat memperkuat penegakan hukum itu sendiri. Namun kekurangan yang terdapat dalam uraian Article Impeachment dalam konstitusi Amerika Serikat yaitu mudahnya pejabat negara untuk di-impeachment karena dianggap memenuhi rumusan pasal dalam konstitusi. Namun dalam praktiknya di Amerika Serikat sering gagal atau tidak berhentinya pejabat negara yang diproses impeachment itu baik berhenti sebelum diproses, berhenti sebelum diputus, atau dibebaskan dari proses impeachment. Begitu juga lembaga-lembaga yang mengakomodasi proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden atas dugaan perbuatan tercela terdapat perbedaan. Sesuai dengan Konstitusi Amerika Serikat, jelas bahwa House of Representative dan Senate adalah lembaga negara yang mengakomodasi impeachment. Masing masing memiliki tugas dan wewenang yang seimbang karena konstitusi Amerika Serikat memberikan aturan yang tegas mengenai batasan-batasan wewenang lembaga negara agar tidak terjadi overlapping. Sedangkan di Indonesia, lembaga negara yang mengakomodasi proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden atas dugaan perbuatan tercela menurut UUD NRI 1945 adalah DPR, MK, dan MPR. Namun jika ditelaah lebih xv dalam, masih ada lembaga negara yang sebenarnya memiliki peran dalam proses ini yakni DPD (Dewan Perwakilan Daerah). DPD sebagai kamar perwakilan rakyat dalam kekuasaan legislatif negara memiliki wewenang yang jauh di bawah/lebih lemah dari DPR, padahal kedudukan yang dimiliki oleh DPR dan DPD dalam konstitusi seimbang. DPD memiliki peran dalam hal menyetujui untuk diselenggarakannya sidang istimewa MPR dan memberikan suara terhadap penentuan berhenti atau tidaknya presiden dan/atau wakil presiden setelah proses proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden atas dugaan perbuatan tercela dilakukan di DPR dan MK. Karena jika tanpa DPD, maka MPR tidak bisa terbentuk apalagi untuk menyelenggarakan sidang istimewa. Mengenai ruang lingkup dari “Perbuatan tercela” dalam konteks atau sudut pandang impeachment atau pemberhentian dari jabatan adalah merupakan suatu perbuatan (tindakan) yang tidak bermoral atau melanggar etika norma-norma kehidupan di masyarakat yang dilakukan dalam masa jabatannya dan dianggap dapat merendahkan harkat martabat sebagai pejabat negara yang dalam hal ini Presiden atau Wakil Presiden serta perbuatan tersebut memiliki konsekuensi hukum dan politik. Diharapkan pada kedepannya proses pemberhentian terhadap Presiden atau Wakil Presiden di Indonesia seharusnya berkiblat dengan impeachment di Amerika Serikat, dimana putusan yang dikeluarkan dalam sidang yang dipimpin oleh Chief of Supreme of court dapat langsung menjadi landasan dan dasar hukum apakah Presiden atau Wakil Presiden yang didakwah masih menjabat atau tidak. Hal ini diharapakan dapat menjadi acuan dalam Proses pemberhentian Presiden di Indonesia, dengan tujuan agar putusan MK yang telah berkekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum lagi dapat dijalankan sesuai amar putusan, serta tidak dikembalikan lagi kepada proses politik di MPR melalui sidang Istimewa. Begitu juga definisi mengenai “perbuatan tercela” harus lebih spesifik dan komperhensif agar tidak multitafsir serta konsekuensi dari perbuatan tersebut harus jelas, baik di dalam Konstitusi maupun Undang-undang dibawahnya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710101024;
dc.subjectPERBANDINGAN YURIDIS, INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKATen_US
dc.titlePERBANDINGAN YURIDIS ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKAT TENTANG PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN ATAU WAKIL PRESIDEN ATAS PERBUATAN TERCELAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record