dc.description.abstract | Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah pertama, apakah surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum dalam bentuk terpisah (Splitsing) sudah sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Kedua, apakah konsekuensi yuridis terhadap Putusan Nomor : 1209K/PID.SUS/2015 yang menjatuhkan pidana dibawah pidana minimum khusus dalam tindak pidana kesusilaan. Metode penelitian skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Adapun pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Sumber bahan hukum meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesesuaian surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum dalam bentuk terpisah (Splitsing) dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa M. Syahril Rao dengan korban Sukma dan Nurleli tidaklah tepat sebab Kesesuaian surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum dalam bentuk terpisah (Splitsing) dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Terdakwa M. Syahril Rao dengan korban Sukma dan Nurleli tidaklah tepat sebab Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan concursus realis sesuai ketentuan Pasal 65 KUHP bahwa dalam hal ini Jaksa harus melakukan penggabungan perbuatan perkara pidana. Sejalan dengan ketentuan Pasal 141 KUHAP melakukan penggabungan perkara pidana, bahwa Jaksa Penuntut Umum haruslah membuat surat dakwaan dalam bentuk kumulatif. Surat dakwaan di dalam bentuk kumulatif ini dibuat apabila tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain (berdiri sendiri) atau dianggap berdiri sendiri. Namun didalam pembuktiaanya surat dakwaan dengan bentuk kumulatif di dalam persidangan harus dibuktikan semuanya satu persatu. Bahwa dengan bentuk surat dakwaan kumulatif akan lebih memudahkan bagi Hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa sesuai dengan aturan tersebut, namun kalau diajukan secara terpisah apalagi perkara tersebut diadili oleh Majelis Hakim yang berbeda, besar kemungkinan akan melanggar sistem penghukuman sebagaimana concursus/samenloop realis, dan tentunya akan berujung pada pelanggar hak asasi dari terdakwa. Konsekuensi yuridis terhadap Putusan Nomor : 1209K/PID.SUS/2015 yang menjatuhkan pidana dibawah pidana minimum khusus dalam tindak pidana kesusilaan adalah batal demi hukum sebab berdasarkan Pasal 197 ayat 2 yang tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal tersebut, dalam hal ini tidak memenuhi ketentuan ayat 1 huruf f yaitu pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan yaitu dengan melanggar dari ketentuan pada terhadap Pasal 82 UUPA dilihat dari prespektif penjatuhan pidana penjara sebagaimana disebutkan didalam Pasal 82 UUPA yaitu minimal 3 (tiga) tahun. | en_US |