Show simple item record

dc.contributor.authorNIKITA CITRA DEWI
dc.date.accessioned2013-12-13T01:45:15Z
dc.date.available2013-12-13T01:45:15Z
dc.date.issued2013-12-13
dc.identifier.nimNIM090710101193
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8779
dc.description.abstractLahirnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dengan tugas pengawasan bank yang beralih dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Akan tetapi dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 masih mencantumkan kewenangan pengawasan oleh Bank Indonesia. Pada kewenangan yang beralih tersebut terdapat norma yang kabur akibat tumpang tindihnya pengaturan kewenangan Otoritas Jasa keuangan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011. Permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini yaitu pertama makna dikeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bagi sistem pengawasan perbankan di Indonesia, kedua kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam sistem pengawasan perbankan di Indonesia, ketiga bentuk pertanggungjawaban Otoritas Jasa Keuangan dalam sistem pengawasan perbankan di Indonesia. Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum yakni untuk memenuhi dan melengkapi salah satu persyaratan akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Universitas Jember dan tujuan khusus yakni untuk menganalisa kewenangan pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah deskriptif normatif, selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduksi yang berpangkal dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Tinjauan Pustaka dalam penulisan skripsi ini memuat uraian yang sistematik tentang asas, teori, konsep, dan pengertian-pengertian yang relevan yakni mencakup: Otoritas Jasa Keuangan yang terbagi atas seajarah terbentuknya toritas Jasa Keuangan dan tujuan dan maksud terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, Pengertian Kewenangan, Bank Indonesia yang terbagi atas kewenangan Bank Indonesia sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan kewenangan Bank Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Kegiatan Perbankan, Pengawasan. Makna dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pertama, makna filosofis yang menjelaskan bahwa lahirnya Otoritas Jasa Keuangan ini diharapkan mampu memberikaan dukungan bagi perkembangan perekonomian nasional; kedua, makna sosiologis yakni Otoritas Jasa Keuangan bersinergi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap perbankan di Indonesia; dan ketiga, makna yuridis beralihnya kewenangan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen yang diharapkan mampu menjadi pengawas yang baik. Kewenangan yang diperoleh Otoritas Jasa Keuangan adalah xiv kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diperoleh secara langsung berdasar amanat Undang-Undang. Otoritas Jasa Keuangan dalam sistem pengawasan perbankan di Indonesia mempunyai kewenangan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan sebagaimana diatur dalam pasal 6, 7, 8, 9 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011. Akan tetapi ada konflik norma antara pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, salah satunya mengatur dan mengawasi bank dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang melimpahkan tugas pengawasan ke Otoritas Jasa Keuangan. Pertentangan antara Pasal 7 huruf d terkait kewenangan pemeriksaan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang masih memberikan kewenangan pemeriksaan bank kepada Bank Indonesia dan mengakibatkan norma kabur serta Pasal 8 huruf d tentang kewenangan membentuk peraturan pengawasan di sektor jasa keuangan dan pasal 39 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang membentuk peraturan pengawasan di bidang perbankan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia yang mengakibatkan kekosongan hukum. Bentuk pertanggungjawaban yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan adalah tanggung jawab mutlak sebagaimana tanggung jawab tersebut secara eksplisit tercantum dalam pasal 25 ayat (1) tentang Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan mewakili Otoritas Jasa Keuangan di dalam dan di luar pengadilan dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Presiden dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bermakna secara filosofis diharapkan mampu mendukung perekonomian nasional, secara sosiologis diharapkan mampu bersinergi dengan Bank Indonesia dalam melaksanakan fungsi pengawasan, secara yuridis beralihnya fingsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 masih tumpah tindih antar beberapa pasal dan juga ada konflik norma dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 terkait lahirnya lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki bentuk pertanggungjawaban yakni tanggung jawab mutlak dalam menjaga kestabilan industri perbankan di Indonesia untuk mewujudkan tujuan Otoritas Jasa Keuangan.Bagi Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan hendaknya dapat melaksankan kewenangannya dengan baik demi tercapainya tujuannya. Bagi DPR RI dan Pemerintah hendaknya melakukan revisi terhadap beberapa pasal pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 karena bertentangan dengan pengaturan kewenangan pengawasan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011. Bagi Pemerintah hendaknya segera membuat peraturan pelaksana Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101193;
dc.subjectOTORITAS JASA KEUANGAN, SISTEM PENGAWASAN PERBANKANen_US
dc.titleKEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM SISTEM PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record