Tinjauan Yuridis Klaim Asuransi Jiwa Pt. Prudential Life Assurance Tentang Penyakit Yang Ditanggung (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 309/Pdt.G/2016/Pn.Jkt.Sel)
Abstract
Kurangnya pengetahuan bahkan pemahaman dunia perasuransian oleh calon peserta asuransi terkadang membuat suatu ketidakpastian terhadap suatu klaim yang diajukan. Sebagai halnya dalam sengketa penyelesaian klaim asuransi jiwa yang dialami oleh salah satu nasabah perusahaan asuransi jiwa PT. Prudential Life Assurance pada tahun 2016 yakni Ratua Artha Uli yang punca permasalahannya ialah ketiadaan melakukan pemeriksaan kesehatan diawal perjanjian asuransi jiwa sehingga menimbulkan suatu masalah pada proses pengajuan klaim yakni pengajuan klaim tidak dapat dibayarkan sehingga berujung pada suatu gugatan di Pengadilan. Permasalahan yang diangkat oleh penulis yakni pertama, apakah ketiadaan melakukan pemeriksaan kesehatan Tertanggung oleh perusahaan asuransi jiwa bertentangan dengan Undang-Undang No.40 tahun 2014 tentang Perasuransian? kedua, apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 309/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel telah sesuai dengan hukum positif tentang asuransi di Indonesia?. Tujuan khusus yang hendak dicapai pada penulisan skripsi ini adalah yang pertama, untuk mengetahui dan memahami pengaturan dan pengawasan asuransi jiwa di Indonesia terkait ketiadaan pemeriksaan kesehatan Tertanggung apakah bertentangan dengan Undang-Undang No.40 tahun 2014 tentang Perasuransian; yang kedua, Untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara No. 309/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel apakah telah sesuai dengan hukum positif tentang asuransi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah tipe penelitian yuridis normatif dengan menganalisa suatu permasalahan yang menjadi pokok permasalahan yang mengacu pada penerapan-penerapan kaidah hukum ataupun norma hukum dalam hukum positif. Sedangkan pendekatan masalah menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan non hukum yang relevan.
Pada Tinjauan Pustaka, menerangkan teori dan pengertian-pengertian yuridis dalam perasuransian yakni pertama, Perjanjian Asuransi yang meliputi pengertian, jenis asuransi, serta syarat sahnya perjanjian asuransi. Kedua, terkait Asuransi Jiwa yang meliputi pengertian dan berakhirnya asuransi jiwa. Ketiga, terkait Polis yang meliputi pengertian, macam-macam polis dan fungsinya. Keempat, terkait Klaim Asuransi yang mana kesemuanya itu dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan dan undang-undang terkait hukum asuransi di Indonesia. Kelima atau yang terakhir menjelaskan tentang Profil PT. Prudential Life Assurance yang dikutip dari internet dan website resmi dari perusahaan tersebut.
Hasil pembahasan skripsi ini adalah pertama, ketiadaan pemeriksaan kesehatan Tertanggung oleh Perusahaan Asuransi di awal perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No.40 tahun 2014 tentang Perasuransian, sebab di dalam Undang-Undang Peransuransian tersebut belum ada aturan yang mengatur terkait kewajiban perusahaan asuransi untuk selalu melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap calon peserta asuransi yang hendak melakukan pertanggungan. Walaupun, di dalam Undang-Undang perasuransian tersebut juga mengatur beberapa bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang polis. Kelalaian ataupun kesengajaan untuk tidak melakukan pemeriksaan kesehatan oleh perusahaan asuransi jiwa merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip itikad baik yang sempurna yang tergolong dalam unsur Non disclosure, yaitu unsur yang mana mengemukakan informasi atau fakta yang tidak diungkap karena unsur ketidak-tahuan atau karena dianggap bahwa fakta tersebut tidak diperlukan atau tidak penting. Kedua, suatu perkara yang didaftarkan pada pengadilan tingkat pertama sudah semestinya diawali dengan sebuah surat gugatan, namun tidak terpungkiri bila hakim akan mengembalikan gugatan tersebut bila surat gugatan tersebut dirasa belum jelas arah gugatannya begitu pula yang semestinya berlaku untuk perkara Nomor 309/Pdt.G/2016/Pn.Jkt.Sel. Padahal terhadap perkara tersebut hakim seharusnya dapat membuat hukum atau melakukan penemuan hukum terhadap alasan penggugat mengajukan gugatan. Yang secara jelas bahwa pihak Tergugat tiada melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap calon peserta dikarenakan ketiadaan aturan yang mengatur kewajiban perusahaan asuransi untuk selalu melakukan pemeriksaan kesehatan. Penulis mengartikan bahwa hakim yang menangani perkara ini berfikir sederhana yang mana atas perkara yang ditangani Hakim melihat Posita atau fundamentum petendi harus berisi dalil yang menggambarkan adanya hubungan antara dalil-dalil dalam Posita Gugatannya, sebelum sampai pada Petitum Gugatan, sehingga pada gugatan perkara Nomor 309/Pdt.G/2016/Pn.Jkt.Sel, dianggap gugatan yang kabur (obscuur libell), dan menjadikan eksepsi Tergugat harus dikabulkan dan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Kesimpulan dalam penulisan skripsi ini adalah pertama, Undang-undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian belum mengatur tentang kewajiban perusahaan asuransi jiwa untuk selalu meminta pemeriksaan kesehatan bagi calon peserta pertanggungan, sehingga hal tersebut sangat rentan sekali dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa di Indonesia untuk mengelak atau melepaskan tanggung jawab atau kewajibannya sebagai penanggung. Kedua, hakim yang menangani perkara ini berfikir sederhana, sehingga ketika gugatan tersebut dianggap gugatan yang kabur (obscuur libell) maka terhadap pokok perkara yang diajukan langsung terabaikan walaupun sebenarnya hakim dapat membuat hukum atau melakukan penemuan hukum terhadap perkara tersebut. Saran dalam penulisan skripsi ini adalah Pertama, bagi pembuat Undang-Undang agar pengaturan terkait kewajiban pemeriksaan kesehatan calon peserta asuransi hendaknya dimasukkan di dalam Undang-Undang Perasuransian dan terhadap Pasal 251 KUHD perlu diadakan suatu revisi sehingga terhadap itikad baik para pihak dapat dirasa seimbang dan tidak seolah-olah memberatkan pihak Tertanggung apabila terjadi kelalaian. Kedua, Kepada Majelis Hakim dalam hal menerima surat gugatan, hendaknya membaca dengan seksama terhadap surat gugatan yang masuk agar tidak ada lagi alasan yang menyatakan gugatan penggugat kabur (obscuur libel).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]