Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Pinjam Meminjam Uang Secara Lisan Terhadap Debitur Wanprestasi
Abstract
Pinjam meminjam lahir dari adanya suatu perjanjian pihak satu dan yang
lain mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu, melakukan sebagian dan tidak
melakukan sama sekali. Prakteknya, sering dilakukan yaitu perbuatan pinjam
meminjam barang (dalam hal ini adalah uang) terdapat para pihak melakukan
transaksi pinjam meminjam uang tersebut dilakukan secara lisan tanpa adanya
bukti tertulis atau di tuangkan dalam akta otentik. Padahal dalam kenyataannya
ketika nanti terdapat suatu permasalahan di kemudian hari serta di bawa ke ranah
hukum acara perdata, bukti tertulis atau akta otentik sangat bermanfaat karena
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, lalu bentuk perlindungan yang
diberikan negara bagi pihak yang melakukan pinjam meminjam uang secara lisan
tersebut terutama bagi kreditur apabila debitur wanprestasi.
Penulis menganalisis 3 (tiga) permasalahan yag kemudian dibahas dalam
rumusan masalah skripsi ini. 1. Apa bentuk perlindungan hukum bagi kreditur
dalam pinjam meminjam uang secara lisan apabila pihak debitur wanprestasi ?, 2.
Apa alat bukti yang diperlukan dalam proses pembuktian terhadap pinjam
meminjam uang secara lisan saat debitur wanprestasi ? 3. Apa akibat hukum bagi
debitur wanprestasi dalam pinjam meminjam uang secara lisan ?.
Tujuan dilakukannya penelitian ini secara umum untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum dan tujuan secara khusus adalah untuk mengetahui dan mengkaji
mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap kreditur dalam pinjam meminjam
uang secara lisan apabila pihak debitur wanprestasi, untuk mengetahui dan
mengkaji mengenai bentuk pembuktian terhadap pinjam meminjam uang secara
lisan, dan untuk mengetahui dan mengkaji mengenai akibat hukum bagi debitur
wanprestasi terhadap pinjam meminjam uang secara lisan.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis
normatif. Pendekatan masalah yang digunakan, yaitu pendekatan perundangundangan
(statute approach) dan pendekata konseptual (conceptual approach),
yang mana pendekatan konseptual yang digunakan, yaitu konsep perjanjian,
perikatan dan hukum pembuktian dalam hukum acara hukum perdata di
Indonesia. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder dan bahan non hukum. Analisa hukum yang dilakukan adalah
menganalisa bahan hukum dengan cara menelaah isu hukum yang sedang penulis
bahas yaitu tentang perjanjian pinjam meminjam uang secara lisan atau dapat
disebut sebagai hutang piutang lisan beserta bahan-bahan hukum yang telah
dikumpulkan. Kemudian menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dan
memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang dibangun dari kesimpulan
umum ke khusus.
Hasil pembahasan dari penulisan skripsi ini adalah : Pertama, bentuk
perlindungan hukum bagi kreditur dalam pinjam meminjam uang secara lisan
apabila pihak debitur wanprestasi adalah dalam bentuk preventif yang mana
perlindungan telah diberikan sebelum adanya suatu kejadian atau sengketa, yang
mana dalam hal ini pemerintah memberikan atauran jelas apa bila terjadi
wanprestasi maka debitur wajib memberikan biaya ganti kerugian kepada
kreditur, sesuai pasal 1236 KUHPerdata, secara tidak langsung perlindungan hukum dalam bentuk preventif merupakan bentuk pencegahan, mencegah agar
tidak terjadinya wanprestasi serta memberikan perlindungan kepada kreditur.
Kedua, alat bukti yang dapat diajukan dalam pembuktian terhadap pinjam
meminjam uang secara lisan dapat dibuktikan dengan menggunakan alat bukti
persangkaan, pengakuan, sumpah dan alat bukti informasi elektronik dan
dokumen elektronik, meskipun dalam pasal 1866 KUHPerdata tidak disebutkan
bahwa informasi elektronik dan dokumen elektronik namun dalam UUITE telah
mengaturnya, sesuai dengan asas perundang-undangan lex specialis derogat legi
generalis.
Ketiga, akibat hukum bagi debitur wanprestasi dalam pinjam meminjam
uang secara lisan konsekuensi dari perbuatan wanprestasi adalah timbulnya hak
dari pihak yang dirugikan dalam perjanjian pinjam meminjam secara lisan dimana
debitur wanprestasi, dalam hal tersebut kreditur dapat menuntut ganti kerugian
dari pihak yang telah merugikannya dalam hal ini debitur wanprestasi.
Saran penulis, yakni : Pertama, Bagi pemerintah hendaknya membuat
peraturan perundang-undangan lebih spesifik yang mengatur tentang perjanjian
pinjam meminjam uang secara lisan karena perjanjian ini sudah merupakan
kigiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat, perlindungan hukum yang di
berikan oleh pemerintah terhadap kebiasaan tersebut yang dirasa saat ini masih
kurang. Artinya adanya peraturan yang melindungi, sudah ada namun bentuknya
masih umum tidak di khususkan.Kedua, bagi para pihak yang melakukan pinjam
meminjam uang secara lisan, hendaknya harus memahami benar bagaimana resiko
yang akan muncul dikemudian hari jika terjadi sengketa karena akan sulit
dibuktikan di pengadilan, undang-undang tidak melarang dilakukannya perjanjian
pinjam meminjam uang secara lisan namun lebih baik bagi para pihak yang akan
melakukan transansaksi perjanjian dengan nominal yang cukup besar, lebih baik
melakukan perjanjian pinjam meminjam uang di tuangkan dalam bentuk akta
autentik agar apabila terjadi sengketa dikemudian hari mudah untuk melakukan
pembuktian. Ketiga, hendaknya semua permasalahan yang terjadi dapat
diselesaikan dengan cara musyawarah terlebih dahulu. Namun, jika cara
musyawarah tidak berhasil, maka para pihak yang bersengketa dalam hal ini
kreditur dan debitur dapat membawa permasalahan tersebut ke pengadilan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]