dc.description.abstract | Masalah korupsi sebenarnya bukanlah masalah baru di Indonesia, karena
telah ada sejak era tahun 1950-an. Bahkan berbagai kalangan menilai bahwa
korupsi telah menjadi bagian dari kehidupan, menjadi suatu sistem dan menyatu
dengan penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk itu perlu penanggulangan
yang sangat efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi tersebut. Pada
kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang tindak pidana korupsi yang
terjadi di provinsi Maluku, yang dilakukan oleh Yusuf Rumatora selaku Direktur
PT. Nusa Ina Pratama. Kejadian Ini berawal Pada bulan Maret 2007 dimana
terdakwa mengajukan kredit ke Bank Maluku sejumlah Rp4.000.000.000.00
(empat miliar rupiah). Persyaratan yang digunakan oleh terdakwa ketika
mengajukan kredit diketahui tidak sesuai dengan ketentuan. Akan tetapi dengan
bantuan Saksi Eric Matitaputty, selaku analis kredit Bank Maluku, yang merekaya
berita acara plotting agar kredit yang diajukan oleh terdakwa dapat disetujui.
Kredit yang diajukan oleh terdakwa akhirnya disetujui dengan mengubah isi
dari perjanjian kredit dimana poin yang dirubah itulah yang memberikan celah agar
kredit tersebut dapat disetujui. Akan tetapi perubahan salah satu poin tersebut
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, terdapat kerjasama di dalam internal Bank Maluku sehingga kredit yang
diajukan oleh terdakwa sehingga dapat disetujui, karena ada keterlibatan dari orang
internal Bank Maluku, antara lain Eric Matitaputty dan Markus F. Fangohoy selaku
analis kredit Bank Maluku, Matheus Adrianus Matitaputty selaku kepala cabang
Bank Maluku yang masing-masing dari meraka telah dituntut dengan perbuatan
yang sama dengan Yusuf Rumatoras. Setelah kredit disetujui dan cair, dengan
jangka waktu kredit satu tahun, maka pada tahun 2008 terdakwa mengajukan
perpanjangan kredit dan tanpa disertai alasan yang jelas serta belum memenuhi
janjinya dan perpanjangan dilakukan sebanyak 3 kali hingga pada tahun 2011
terdakwa hanya dapat membayar cicilan sejumlah Rp300.000.000.00 (tiga ratus
juta rupiah) hingga pada akhirnya dinyatakan macet dan bank belum menguasai
jaminan sehingga timbullah kerugian.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang timbul yaitu, apakah
perbuatan terdakwa termasuk dalam konsep tindak pidana korupsi dan apakah
pertimbangan majelis hakim telah sesuai dengan perbuatan terdakwa.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember, merupakan salah
satu bentuk penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan yang bersifat
teoritis dengan praktik yang terjadi di masyarakat, memberikan kontribusi
pemikiran yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe penelitian
yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan penyusunan
skripsi ini yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan
konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah
sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum.Kesimpulan dari skripsi ini adalah Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
dalam kredit macet di Bank Maluku termasuk dalam tindak pidana dan bukan
merupakan wanprestasi. Suatu perbuatan dikatakan wanprestasi apabila niat jahat
muncul setelah dilakukannya perjanjian, akan tetapi apabila sebelum dilakukannya
perjanjian telah ada niat jahat maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana.
Oleh karena yang dirugikan adalah Bank Maluku yang mana merupakan Badan
Usaha Milik Daerah dan oleh karena Badan Usaha Milik Daerah merupakan
termasuk dalam keuangan negara, maka perbuatan yang dilakukan terdakwa
termasuk dalam artian merugikan keuangan negara dengan cara
memperkaya/bertambahnya modal dalam pembangunan perumahan yang berasal
dari kredit yang diajukan di Bank Maluku. Pertimbangan majelis hakim yang
menjatuhkan vonis lepas dari segala tuntutan hukum kepada terdakwa bertentangan
dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Majelis hakim menyatakan bahwa
perbuatan terdakwa terbukti tapi bukan merupakan perbuatan melawan hukum
dalam ranah hukum pidana melainkan wanprestasi terhadap kredit yang
diajukannya yang termasuk dalam ranah hukum perdata. Apabila dicermati lebih
lanjut, sejak sebelum dilakukannya perjajian, terdakwa memiliki iktikad tidak baik
dalam pengajuan kreditnya dan bahkan telah diberitahu oleh Eric Matitaputty
mengenai kurang sesuainya persyaratan yang dibawa oleh terdakwa. Akan tetapi
kemudian keduanya bekerja sama sehingga kredit yang diajukan terdakwa disetujui
oleh Bank Maluku dengan merubah salah satu klausul perjanjian. Oleh karena itu
perbuatan terdakwa bukanlah wanprestasi melainkan perbuatan pidana.
Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu Menurut penulis Eksekutif dan
legislatif diharapkan dapat menyusun peraturan perundang-undangan mengenai
konsep melawan hukum dalam ranah hukum perdata, baik itu perbuatan melawan
hukum maupun perbuatan wanprestasi dan konsep melawan hukum dalam ranah
hukum pidana dengan menyesuaikan dengan perkembangan hukum khususnya
menyangkut hubungan kontraktual. Sehingga karekateristik dari keduanya akan
semakin jelas, dapat diketahui batas pembedanya sehingga para penegak hukum
dapat memiliki pemahaman dan penafsiran yang sama. Hal ini bertujuan untuk
melindungi kepentingan privat maupun kepentingan publik, dengan harapan
dimasa yang akan datang tercipta keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan merupakan cerminan
dari nilai keadailan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Sehingga hakim dalam
memutus suatu perkara haruslah objektif tidak memihak dari salah satu pihak baik
terdakwa maupun penuntut umum. Majelis hakim dalam mempertimbagkan unsurunsur
pasal yang akan dibuktikan harus benar-benar teliti dan juga harus memahami
norma-norma yang terdapat pada peraturan perundang-undangan lainnya. | en_US |