KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Abstract
Salah satu substansi penting dari perubahan ketiga UUD 1945, adalah
terbentuknya lembaga negara baru, yaitu Mahkamah Konstitusi sebagai bagian
dari cabang kekuasaan kehakiman. Mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi
terdapat dalam Pasal 24C ayat 1 dan 2 UUD NRI 1945 yang menyatakan,
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terkhir
yang putusannya bersifat final untuk, menguji Undang-Undang terhadap UndangUndang
Dasar,
memutus
sengketa
kewenangan
lembaga
negara
yang
kewenangannya
diberikan
oleh
Undang-Undang
Dasar,
memutus
pembubaran
partai
politik,
memutus
perselisihan
hasil
pemilihan
umum,
dan
memutus
pendapat
Dewan
Perwakilan
Rakyat
mengenai
dugaan
adanya
pelanggaran
oleh
Presiden
dan/atau
Wakil
Presiden
menurut
Undang-Undang
Dasar.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus pembubaran partai
politik, berpedoman pada Pasal 68 sampai Pasal 73 Undang Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kemudian untuk lebih khususnya
Mahkamah Konstitusi berpedoman pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)
Nomor 12/PMK/2008 tentang Prosedur Beracara dalam Pembubaran Partai
Politik. Akan tetapi, ketentuan mengenai pembubaran partai politik tersebut masih
menimbulkan berbagai persoalan, sehingga masih perlu untuk dikaji. Diantanya
adalah, ketentuan mengenai dasar alasan pembubaran partai politik yang masih
dirasa kurang jelas dan kedudukan hukum Presiden sebagai satu-satunya pemohon
dalam pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahannya adalah sebagai
berikut: Pertama, apakah dasar alasan pembubaran suatu partai politik menurut
PMK Nomor 12/PMK/2008 sudah tepat. Kedua, Bagaimana analisis legal
standing Presiden sebagai satu-satunya Pemohon dalam pembubaran partai politik
kepada Mahkamah Konstitusi menurut PMK Nomor 12/PMK/ 2008.
Tujuan khusus penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, mengkaji
dan menganalisa dasar alasan pembubaran partai poltik dan Presiden sebagai satusatunya
pihak
yang
mempunyai
legal
standing untuk menjadi pemohon pembubaran
partai
politik
kepada
Mahkamah
Konstitusi.
Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan
pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual.
Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum
primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum serta analisa bahan
hukum.
Dasar alasan pembubaran partai politik yang terdapat dalam Pasal 2 huruf
a dan b PMK Nomor 12/PMK/2008 dirasa kurang jelas, karena hanya menyatakan,
partai
politik
dapat
dibubarkan
oleh
Mahkamah
Konstitusi,
apabila
ideologi,
asas,
tujuan,
program,
dan
kegiatan
partai
politik
bertentangan
dengan
UUD
NRI
1945.
Oleh karena itu, ketika Mahkamah Konstitusi beracara dalam memutus
pembubaran partai politik selain Mahkamah Konstitusi berpedoman pada Undang
Undang tentang Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi juga berpedoman
pada
sumber
hukum
formil,
yang
berkaitan
dan
masih
berlaku,
dalam
hal
ini
Undang
Undang
Nomor
2 Tahun
2011 tentang
perubahan
atas
Undang
Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Maka, yang dimaksud dengan
ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik bertentangan dengan
UUD NRI 1945 dalam PMK/12/2008, adalah ideologi, asas, tujuan, program, dan
kegiatan partai politik yang diatur dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
politik.
Secara konstitusional, memang wajar apabila Presiden diberikan kewenangan
sebagai pemohon (legal standing) dalam pembubaran partai politik kepada
Mahkamah Konstitusi, karena Presiden bertanggungjawab untuk menjalankan
UUD NRI 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serta
wajib mengupayakan tegaknya UUD NRI 1945 dan segala peraturan perundang-
undangan. Meskipun demikian, agar tetap terjaganya demokrasi, sebaiknya rakyat
juga diberikan wewenang untuk menjadi pemohon dalam pembubaran partai
politik kepada Mahkamah Konstitusi, karena masyarakat mempunyai hak untuk
ikut mengawasi suatu partai politik. Artinya, jika keberadaan suatu partai politik
tersebut telah dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945, dan menimbulkan
ancaman atau kerugian bagi rakyat dan negara, maka masyarakat mempunyai hak
untuk mengajukan permohonan pembubaran partai kepada Mahkamah Konstitusi.
Saran penulis, Pertama, dasar alasan pembubaran partai politik di masa
yang akan datang sebaiknya diatur lebih detail, berdasarkan tujuan utamanya yaitu
semata-mata bertujuan untuk menjamin hak kebebasan berserikat, melindungi
konstitusi, kedaulatan negara, serta keamanan nasional. Oleh karena itu, jika suatu
partai politik bertentangan dengan UUD NRI 1945 harus dibubarkan. Sebaiknya,
pengaturan mengenai larangan dan dasar alasan pembubaran partai politik, diatur
dalam Undang Undang tentang Partai Politik. Sedangkan dalam Undang Undang
tentang Mahkamah Konstitusi meliputi dasar alasan pembubaran, beracara,
kualifikasi, dan unsur-unsur perbuatan partai politik, kemudian juga yang harus
dipertegas adalah mengenai alat bukti dan prosedur pembuktiannya. Kedua,
pemohon dalam pembubaran partai politik, selain Presiden maka masyarakat juga
diberikan hak tersebut baik secara langsung ataupun melalui perwakilan rakyat di
DPR. Wewenang sebagai pemohon dapat juga diberikan kepada anggota DPR,
karena DPR tidak lain adalah perwakilan rakyat diparlemen. Ketiga, Setelah
memangku Jabatan sebagai Presiden, maka Presiden seharusnya melepaskan
tanggungawabnya dan tidak memegang jabatan dalam partai politik, dan harus
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini diperlukan supaya, Presiden
dalam memimpin negara bisa berlaku adil.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]