dc.description.abstract | Setiap orang pasti akan melangsungkan suatu perkawinan atau suatu ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita, dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan mendapatkan keturunan atau penerus dalam keluarganya. Tetapi tidak semua perkawinan akan berjalan dengan baik, seiring dengan berjalannya waktu perbedaan pendapat dalam sebuah keluarga akan menjadi faktor pemicu munculnya perselisihan yang menimbulkan keretakan dalam rumah tangga bahkan menimbulkan suatu perceraian atau seorang istri menjatuhkan cerai gugat kepada suaminya. Perceraian dianggap sebagai langkah terakhir untuk menyelesaikan permasalahan dalam berumah tangga. Padahal tidak menutup kemungkinan bahwa perceraian dapat menimbulkan permasalahan baru dalam kehidupan mereka (suami atau istri). Salah satu contoh kasus cerai gugat adalah yang terdapat Pada Putusan Pengadilan Agama Palebang Nomor: 1721/Pdt.G/2013/PA.Plg yang mana penggugat (istri) menggugat cerai tergugat (suami) dan menuntut adanya hak berupa nafkah terhutang, nafkah anak, dan pembagian harta bersama. Terkait demikian, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: Pertama, Apakah Pengadilan Agama berwenang menerima gugatan Kumulasi Objektif dalam Perkara Perceraian dan harta bersama. Kedua Pertimbangan Hakim mengabulkan gugatan kumulasi Objektif dalam perkara Perceraian dan harta bersama dalam putusan Pengadilan Agama Palembang Nomor : 1721/Pdt.G/2013/PA.Plg) telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan harapan dapat memperoleh suatu tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus dalam penulisannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini meliputi tipe penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang – Undangan, dan Pendekatan Konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, hingga bahan non hukum. Tinjauan pustaka dalam skripsi ini membahas mengenai yang pertama adalah tentang kumulasi gugatan, yang terdiri dari pengertian kumulasi gugatan dan jenis – jenis kumulasi gugatan. Pembahasan kedua mengenai perceraian, yang terdiri dari pengertian perceraian, sebab – sebab perceraian dan izin perceraian. Pembahasan yang terakhir mengenai peradilan agama, yang terdiri dari pengertian peradilan agama, asas – asas peradilan agama, dan kewenangan peradilan agama. Pembahasan dalam skripsi ini yaitu menganalisa terkait dengan ketentuan Hukum Acara Perdata tentang Pengadilan Agama berwenang menerima gugatan Kumulasi Objektif dalam Perkara Perceraian dan harta bersama. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh Undang-Undang. Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian diubah dengan UU. No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama menjadi tempat bagi para pencari keadilan, khususnya bagi setiap orang Islam untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan masalah perdata Islam. Seperti halnya masalah gugat cerai, waris, harta bersama dan lain sebagainya. | en_US |