dc.description.abstract | Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat
strategis dan peranan menentukan dalam menyelenggarakan pemerintahan.1
Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan bangsa, perlu
dibangun Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas, profesionalitas,
netralitas, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi,
dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat. Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugasnya harus netral dari
golongan lain. Hal ini sesuai dengan asas netralitas yang tercantum pada Pasal 2
huruf f UU ASN yang menyebutkan salah satu dari asas tersebut adalah asas
netralitas, penjelasan dari asas tersebut yaitu “bahwa setiap Pegawai Aparatur
Sipil Negara tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak
memihak kepada siapapun”. Pegawai Negeri Sipil harus terhindar dari Partai
Politik agar tidak menyalahi asas netralitas. Selain itu kedudukan ASN sebagai
unsur aparatur negara yang harus netral dijelaskan di Pasal 9 ayat (2) UU ASN
yang menyatakan bahwa “pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi
semua golongan dan partai politik”. Permasalahan dalam skripsi ini terbagi
menjadi dua hal yaitu : Pertama, Bagaimanakah regulasi yang mengatur larangan
Pegawai Negeri Sipil sebagai anggota Partai Politik. Kedua, Apakah larangan
terhadap Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota Partai Politik bertentangan
dengan Pasal 28 UUD 1945.
Tujuan Penelitian Skripsi ini terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus
yang diharapkan tercapai dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian yang
digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah yang berupa
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual
(conceptual approach) dan pendekatan kasus (case Approach). Sumber bahan
hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum skunder.
Kesimpulan dalam skripsi ini yaitu : Pertama, Dalam regulasi larangan
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota Partai Politik tersebut belum ada
yang menyebutkan larangan PNS ikut membantu dalam kegiatan politik praktis.
Oleh sebab itu, aturan tentang larangan PNS dalam kegiatan politik praktis perlu
dipertegas lagi seperti misalnya PNS ikut mengantarkan calon kepala daerah
mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), atau PNS ikut membantu bakti
sosial yang acaranya diselenggarakan oleh salah satu parpol, apabila aturan
tersebut dibuat maka PNS sulit terpengaruh dari golongan lain dan dapat
mencegah PNS melakukan kegiatan politik praktis. Kedua, Larangan terhadap
Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik tidak bertentangan dengan
Pasal 28 UUD 1945. Dikatakan demikian karena Pegawai Negeri Sipil berbeda
dengan warga sipil biasa, Pegawai Negeri Sipil bertugas untuk melakukan
pelayanan publik. Untuk dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat dengan baik dan adil, maka diperlukan netralitas terhadap Pegawai Negeri Sipil.
Oleh sebab itu pelarangan berpolitik dan melakukan aktivitas dalam politik diatur
dan dibatasi oleh Undang-undang. Hal ini tentu saja tidak bertentangan dengan
ketentuan Pasal 28 dan dijelaskan pada Pasal 28 huruf J ayat (2) yaitu dalam
menjalankan hak dan kebebasanya, setiap orang wajib tunduk pada aturan
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Saran dari skripsi ini yaitu : Bahwa pembatasan terhadap Hak Asasi
Manusia termasuk dalam hal ini, pembatasan terhadap Pegawai Negeri Sipil agar
tidak menjadi anggota atau pengurus Partai Politik dan berpolitik pasif dalam
kegiatan-kegiatan politik maka hendaknya diatur dalam Undang-undang, bukan
dalam Peraturan Pemerintah | en_US |