PUNGUTAN DANA PERKEBUNAN DARI KOMODITAS KELAPA SAWIT DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN
Abstract
Dalam prakteknya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering Badan
pengelola dana perkebunan yang selanjutnya disebut BPDP adalah badan yang
diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang
Penghimpunan Dana Perkebunan untuk bertanggung jawab dalam menghimpun
pungutan dari dana perkebunan kelapa sawit yang selanjutnya disebut DP-KS,
untuk selanjutnya di kelola untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan para
pelaku usaha kelapa sawit. Dana yang dihimpun juga digunakan untuk penyediaan
dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodisel. Hal ini tentu tidak sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang mana
seharusnya penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis bio diesel
dananya disediakan oleh pemerintah, bukan menggunakan hasil dari pungutan
himpunan dana komoditas kelapa sawit. Hal ini membuktikan terjadinya
pelanggaran asas lex superior derogat legi inferior, yang mana Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan
turunanya yaitu Perpres Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan
Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit bertentangan dengan Undang-Undang
Perkebunan yang hirarkinya lebih tinggi. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut
di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji adanya pungutan terhadap pelaku usaha
khususnya pelaku usaha perkebunan kelapa sawit berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 berikut Perpres Nomor 61 Tahun 2015 yang
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Rumusan masalah
yang akan dibahas adalah : (1) Apakah pengaturan penghimpunan dana perkebunan
kelapa sawit yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2015
tentang Penghimpunan Dana Perkebunan telah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan ? dan (2) Apa dampak bagi pelaku usaha
perkebunan kelapa sawit dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan penghimpunan
dana perkebunan kelapa sawit ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk
memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata. Tujuan khusus dalam
penulisan adalah untuk memahami dan mengetahui : (1) pengaturan penghimpunan
dana perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan telah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan (2) dampak bagi
pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan
penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam
penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma
dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undangundang,
pendekatan konseptual dan studi kasus dengan bahan hukum yang terdiri
dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan
penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna
menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan
metode analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Pertama
Pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana
Perkebunan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang
Perkebunan, karena seharusnya penyediaan dan pemanfaatan dana tersebut
disediakan oleh pemerintah, bukan menggunakan hasil dari pungutan himpunan
dana komoditas kelapa sawit. Kedua, Dampak bagi pelaku usaha perkebunan
kelapa sawit dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan penghimpunan dana
perkebunan kelapa sawit, secara tidak langsung bagi pelaku usaha diwajibkan untuk
membayar pungutan sebagai dana yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana
Pungutan Perkebunan. Dampak tersebut pada prinsipnya akan menjadi beban bagi
pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang akan berdampak pada harga jual hasil
perkebunan kelapa sawit. Pada prinsipnya pungutan dana perkebunan (BUN) untuk
tanaman kelapa sawit (CPO Supporting Fund/CSF) harus mempertimbangkan
banyak aspek. Pengkajian aspek tersebut baik dari aspek dampak negatif dan
positif, sehingga CSF harus dilakukan dengan matang.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama Pemerintah diharapkan dapat
melakukan kajian ulang tentang pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2015 dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan
dan Pemanfaatan Dana Kelapa Sawit khususnya terkait masalah pungutan terhadap
pelaku usaha. Pungutan tersebut akan berimplikasi kepada petani kecil. Kedua
Hendaknya ketentuan tentang dana pungutan bagi pelaku usaha perkebunan kelapa
sawit jika memang mendesak diperlukan, perlu dilakukan revisi terhadap ketentuan
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, karena tidak sejalan
dengan peraturan pelaksananya. Pemberlakuan pungutan dana perkebunan ini
pelaksanaannya perlu dilengkapi terutama terkait dengan : tata cara pembayaran,
penyetoran, penetapan, penagihan, restitusi, keberatan dan banding; tata cara
pengenaan sanksi, rekonsiliasi data dan pengaturan lebih lanjut lainnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]