| dc.description.abstract | Pelaksanaan hibah, adakalanya menimbulkan sengketa karena adanya pihak yang tidak setuju dengan hibah tersebut, sehingga harus diselesaikan melalui mekanisme  di Pengadilan  Agama sebagaimana  kajian dalam Putusan Pengadilan Agama   Jember   Nomor   566/Pdt.   G/2016/PA.Jr.   Sengketa   hibah   dan   waris seharusnya diutamakan proses penyelesaian secara musyawarah antar anggota keluarga yang bersengketa atau melibatkan penengah sehingga tidak terjadi perpecahan dalam keluarga.  Demikian  bila terjadi sengketa  yang sudah terlanjur berperkara di pengadilan, pada dasarnya hakim dapat menyarankan adanya upaya perdamaian para pihak tersebut. Rumusan meliputi : (1) Apakah dasar diajukannya gugatan  atas  hibah  oleh  Penggugat  dalam  Putusan  Pengadilan  Agama  Jember Nomor  566/Pdt.G/2016/PA.Jr  ? dan (2)  Apa pertimbangan  hukum  hakim  (ratio decidendi) dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 566/Pdt.G/2016/PA.Jr
? Tujuan umum penulisan  ini adalah : untuk  memenuhi  syarat-syarat  dan tugas
guna  mencapai gelar Sarjana  Hukum pada  Fakultas  Hukum Universitas  Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum lingkup  hukum perdata.  Metode  penelitian  dalam  penulisan  skripsi  ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah- kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum.  Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis deduktif berdasarkan konsep atau teori yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang hal yang bersifat umum ke arah yang bersifat khusus.
Hasil  penelitian  dalam  hal  ini  bahwa,  Pertama,  pemberian  hibah  pada
dasarnya harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu sesuai dengan syarat sahnya hibah. Menurut ketentuan Pasal 210 Kompilasi Hukum Islam tersebut mengandung   dua   hal   penting   dimana   yang   pertama   tentang   syarat   untuk menghibahkan   sesuatu  dimana  yang  menghibahkan   harus  telah  dewasa  yaitu berumur 21 tahun dimaksudkan untuk syarat agar benda yang dihibahkan atau kemauan  untuk  berhibah  benar-benar  dari  kemauan  dan  sesuai  dengan  syarat sahnya perjanjian.  Kedua, Penyelesaian  sengketa  hibah pada dasanya  merupakan komptensi  absolut  Pengadilan  Agama.  Salah satu hal yang diatur dalam Hukum Islam adalah mengenai harta kekayaaan, tentang pemberian harta seseorang kepada orang lain baik itu masalah warisan, hibah, maupun wasiat. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) ketiga jenis perkara di atas termasuk dalam kewenangan  Peradilan  Agama.  Dalam  Undang-Undang  Nomor  3  Tahun  2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama  menegaskan  bahwa  mereka  yang  beragama  Islam  dalam  membagikan hartanya haruslah tunduk pada Hukum Islam.
Berdasarkan  hasil penelitian diperoleh kesimpulan  bahwa,  Pertama Dasar
diajukannya gugatan atas hibah oleh Penggugat dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 566/Pdt.G/ 2016/PA.Jr bahwa Penggugat dalam gugatannya menyatakan bahwa para Penggugat mendalilkan bahwa perbuatan Tergugat 1 dan Tergugat  2  yang  memberi  hibah  dan  perbuatan  Tergugat  3,  Tergugat  4  dan Tergugat 5 yang menerima hibah atas sebidang tanah seluas 12.463 m2  (dua belas ribu empat ratus tiga meter persegi) terletak di Kelurahan Sumbersari, sebagaimana diuraikan dalam sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah Nomor: 1388/Sumbersari dan  Piutang  Tergugat  1  dan  Tergugat  2  kepada  Tergugat  3,  Tergugat  4  dan Tergugat  5  terkait  digunakannya  tanah  dan  bangunan  rumah  yang  terletak  di Kelurahan   Sumbersari   seluas   1.700   m2    (seribu   tujuh   ratus   meter   persegi)
sebagaimana  diuraikan  dalam  Sertifikat  Hak  Milik  (SHM)  atas  tanah  Nomor
1556/Sumbersari sebagai jaminan utang Universitas Muhammadiyah Jember yang nilainya sebesar Rp.5.500.000.000 (lima miliar lima ratus juta rupiah) adalah merupakan hibah yang bertentangan dengan Pasal 210 ayat 1 komplikasi Hukum Islam. Kedua, Pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi) dalam Putusan Pengadilan   Agama   Jember   Nomor   566/Pdt.G/2016/PA.Jr   bahwa   Berdasarkan uraian pertimbangan  hakim tersebut  jelas bahwa  para penggugat  telah mencabut gugatan yang diajukan kepada para Tergugat, karena telah ada kesepakatan damai untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui nasehat yang diberikan oleh Majelis Hakim agar menyelesaikan perkaranya secara kekeluargaan dengan Para Tergugat. Para Penggugat sendiri melakukan pencabutan gugatan perkara tersebut dilakukan sebelum  adanya   jawaban  dari  Tergugat   dan  hal  tersebut   sesuai  dan  nggak bertentangan  dengan  ketentuan  Pasal  54  Undang-undang  Nomor  7 Tahun  1989 tentang Peradilan Agama, dan Pasal 271 dan 272 Rv. dapat diberlakukan di lingkungan Pengadilan Agama.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama Hendaknya jika terjadi perselisihan atau sengketa hibah maupun waris dalam keluarga dapat diselesaikan dengan  musyawarah  untuk  mufakat  bagi  kepentingan  bersama.  Dengan penyelesaian secara musyawarah diharapkan ikatan kekeluargaan dan persaudaraan dalam keluarga tidak terpecah belah dengan adanya sengketa waris sehingga kerukunan  dan kebersamaan  dapat  tetap terjaga dengan  baik.  Kedua  Hendaknya apabila terjadi perbedaan pendapat atau permasalahan menyangkut hibah dan waris dalam  keluarga  maka  dapat  diselesaikan  secara  musyawarah  dengan  meminta pendapat kepada notaris/PPAT,  kepala desa, sesepuh, ulama atau pihak lain yang terkait untuk dapat dimintakan saran-saran sesuai dengan aturan-aturan atau hukum. Jika masih juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan ke pengadilan. | en_US |