ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (Putusan Nomor 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)
Abstract
Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya, Akan tetapi dalam kehidupan masyarakat
sendiri justru anak yang rentan menjadi sasaran korban kejahatan seksual. Anak
sebagai korban kejahatan seksual harus mendapat perlindungan. Pemberian sanksi
pidana kepada pelaku kejahatan seksual merupakan bentuk sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 69 huruf b Perlindungan Anak Tahun 2014. Penjatuhan
pidana harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini
ialah: pertama, mengenai pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor
51/Pid.Sus/2016?PN.Kbu dibenturkan dengan hak-hak anak korban tindak pidana
persetubuhan. Kedua, mengenai penjatuhan putusan bebas yang diberikan oleh
hakim dalam Putusan Nomor 51/Pid.Sus/2016?PN.Kbu berdasarkan dengan
tujuan pemidanaan.
Tujuan penulisan dalam skripsi ini yaitu untuk memahami dan
menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas
perkara Nomor 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu telah sesuai dengan hak-hak anak
korban tindak pidana persetubuhan. Kedua, untuk menganalisis kesesuaian
Putusan bebas yang diberikan oleh hakim Perkara Nomor
51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu dengan tujuan pemidanaan.
Penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis
normative. Metode pendekatan yang digunkan ialah metode Pendekatan Undang-
Undanng (statute approach), dan Pendekatan Konseptual (conseptual Approach).
Bahan hukum yang digunakan oleh penulis ialah bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah
terkumpul, penulis menggunakan metode analisis bahan hukum deduktif.
Adapun kesimpulan dari penulis, dari permasalahan kesatu yaitu bahwa
pertimbangan hakim tidak sesuai dengan hak anak sebagai korban tindak pidana
persetubuhan. Hakim di dalam pertimbangannya yang hanya melihat berdasarkan
pengamatan yang mengamati gerak-gerik (gesture) tubuh dan mimik wajah anak saksi korban ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan kepadanya berkaitan
dengan peristiwa yang menimpa dirinya. Hakim memang memiliki diskresi
subjektif, sehingga memiliki kekuasaan absolut dalam memutus setiap perkara
pidana, namun demikian di dalam memutus perkara persetubuhan yang korbannya
adalah anak yang masih berumur 17 tahun, seharusnya hakim juga
memperhatikan eksistensi Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59 ayat (2)
huruf j “Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kejahatan seksual”.
Kedua, bahwa penjatuhan putusan bebas yang diberikan oleh hakim terhadap
Putusan Nomor 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan,
khususnya ditinjau dari aspek perlindungan korban dan aspek perlindungan
masyarakat. Salah satu wujud dari perlindungan korban dan perlindungan
masyarakat, karena adanya pemidanaan (penjara) untuk melindungi korban tindak
pidana dan calon korban lainya agar pelaku tidak mengulangi tindak pidana yang
sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis memberi saran yaitu seyogianya
hakim dalam menjatuhkan putusan tidak mendasarkan pada pengamatan gesture
tubuh saksi korban, tetapi hakim dapat melibatkan psikolog dalam menilai
perilaku atau kejiwaan korban. Hakim seharusnya juga memperhatikan eksistensi
Undang -Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, hakim tidak
boleh mengkesampingkan Hak Anak korban tindak pidana persetubuhan. Apalagi
di dalam Undang–Undang 35 tentang Perlindungan Anak sudah dijelaskan bahwa
masyarakat dan Negara wajib memberikan perlindungan terhadap anak, hal ini
juga dijelaskan di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
Pasal 22B. Seharusnya hakim dalam menjatuhkan putusan melihat aspek tujuan
pemidanaan untuk memperhatikan aspek perlindungan korban dan aspek
perlindungan masyarakat,. Tujuannya adalah memberikan rasa aman kepada
masyarakat karena telah mengurangi kejahatan melalui pemidanaan (penjara),
sehingga menutup kemungkinan untuk terjadi lagi tindak pidana persetubuhan
terhadap korban yang sama ataupun calon korban yang lain. tidak hanya melihat
dari aspek perlindungan hak sebagai terdakwa saja.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]