Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas (Noodweer Exces) Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Analisis Putusan Nomor: 26/ Pid.B/2014/PN. ATB)
Abstract
Alasan penghapus pidana merupakan suatu alasan tidak dipidananya
seseorang pelaku tindak pidana. Salah satu alasan penghapus pidana adalah
pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) yang dirumuskan dalam
Pasal 49 ayat (2) KUHP, dalam hal ini pembelaan terpaksa melampaui batas
tergolong ke dalam alasan pemaaf. Bahwa orang yang melakukan pembelaan
terpaksa melamapui batas tidak dapat dipidana, karena kesalahan dalam diri
terdakwa dianggap tidak ada. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat tindak pidana
pembunuhan dalam Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor:
26/Pid.B/2014/PN. ATB, dengan terdakwa bernama Rofianus Asa dan korban
bernama Paulus. Peristiwa ini terjadi di Atambua pada 2014, terdakwa rofianus
melakukan pembelaan diri terhadap serangan yang dilakukan oleh korban paulus
menggunakan parang, akan tetapi pembelaan yang dilakukan terdakwa
mengakibatkan korban meninggal.
Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah apakah pertimbangan hakim
yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sudah
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dan apakah pertimbangan
hakim yang menyatakan dalam diri terdakwa tidak ditemukan adanya alasan
pemaaf sudah sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis pertimbangan
hakim yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan
sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dan untuk
menganalisis pertimbangan hakim yang menyatakan dalam diri terdakwa tidak
ditemukan adanya alasan pemaaf yang dikaitkan dengan fakta-fakta hukum yang
terungkap dalam persidangan.Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode
penelitian hukum, dengan tipe penelitian yuridis normatif (legal research).
Pendekatan yang digunakan pertama pendekatan perundang-undangan yaitu
dengan melihat ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana serta regulasi yang terkait. Kedua menggunakan
metode pendekatan konseptual, yaitu dengan melihat dari beberapa literatur atau
buku-buku hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan dan
penganiayaan.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah 1) Pertimbangan hakim yang
menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sesuai
Pasal 338 KUHP tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.
Dalam hal ini seharusnya perbuatan terdakwa lebih sesuai dengan penganiayaan
berat yang mengakibatkan mati, karena dalam diri terdakwa tidak ada maksud
atau niat untuk membunuh atau menghilangkan nyawa korban, sehingga
perbuatan terdakwa merupakan bentuk dari penganiayaan berat yang berakibat
matinya orang lain yang terdapat dalam dakwaan subsider penuntut umum yaitu
Pasal 354 ayat 2 j.o ayat 1 KUHP. 2) pertimbangan hakim yang menyatakan
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan tidak ditemukannya
alasan penghapus pidana, baik alasan pembenar maupun pemaaf, sehingga
terdakwa layak untuk dijatuhkan pidana. Dalam hal ini apabila dihubungkan
dengan fakta-fakta di persidangan maka perbuatan terdakwa berkaitan dengan
alasan pemaaf yaitu Pasal 49 ayat (2) tentang pembelaan terpaksa melampaui
batas (noodweer exces), sehingga seharusnya terdakwa tidak dapat dipidana.
Hakim dalam memberikan pertimbangan terkait perbuatan terdakwa harus
lebih cermat, teliti dan hati-hati, serta harus sesuai dengan fakta-fakta hukum yang
terungkap di dalam persidangan. Hakim harus mempertimbangkan keadaankeadaan
dalam diri terdakwa yang menjadi alasan terdakwa melakukan tindak
pidana tersebut, sehingga hakim mencerminkan rasa keadilan baik bagi korban
maupun terdakwa.
Collections
- UT-Faculty of Law [6263]