Show simple item record

dc.contributor.advisorYasa, I Wayan
dc.contributor.advisorAdonara, Firman Floranta
dc.contributor.authorPaulina, Ester Dwiwirakristi
dc.date.accessioned2018-05-18T06:46:46Z
dc.date.available2018-05-18T06:46:46Z
dc.date.issued2018-05-18
dc.identifier.nimNIM130710101077
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/85738
dc.description.abstractBahasa Indonesia mempunyai sejarah perkembangan yang panjang, makadari itu diperlukan sikap nasionalisme dalam tiap warga negara Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia merupakan salah satu wujud sikap nasionalisme terhadap bangsa dan negara. Hal tersebut yang menjadi salah satu latar belakang dibentuknya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Di era globalisasi ini, dimana akses komunikasi antar negara menjadi sangatlah mudah. Perjanjian bisa dilakukan dengan pihak luar negeri. Salah satu perjanjian yang melibatkan pihak luar negeri yaitu Loan Agreement antara PT. Bangun Karya Pratama Lestari dengan Nine Am Ltd. Seperti yang diketahui bahwa syarat sahnya perjanjian terdapat dalam pasal 1320 BW. Namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 khususnya pasal 31, perjanjian yang melibatkan pihak asing harus dibuat secara resmi dalam versi bahasa Indonesia pula. Beranjak dari kasus tersebut maka muncul ketertarikan, Pertama keabsahan perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia ditinjau dari syarat sahnya perjanjian. Kedua akibat hukum dari perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia. Ketiga upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan dalam perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan pertama, Untuk menganalisis keabsahan perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia ditinjau dari syarat sahnya perjanjian, kedua, Untuk menganalisis akibat hukum dari perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia, dan yang ketiga untuk menganalisis upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan dalam perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia. Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serat bahan non hukum. Sedangkan analisa bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif, yaitu dengan menyesuaikan bahan hukum yang memiliki relevansi dengan isu hukum, kemudian ditarik kesimpulan sehingga dapat memberikan preskripsi. Adapun kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian adalah pertama, perjanjian ataupun nota kesepahaman dimana salah satu pihak adalah warga negara asing dan pihak yang lainnya adalah Indonesia maka perjanjian atau nota kesepahaman wajib dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa nasional pihak yang bersangkutan, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka perjanjian tersebut dinilai tidak sah. Kedua, konsekuensi dari tidak dibuatnya versi bahasa Indonesia dari perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut dibuat berdasarkan kausa yang terlarang. Artinya tidak memenuhi syarat obyektif, maka akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Ketiga upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan adala mengajukan upaya hukum. Seharusnya untuk permasalahan pertama, para pihak dalam perjanjian hendaknya lebih memperhatikan klausul pilihan bahasa para pihak yang bersangkutan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, khususnya pengaturan mengenai bahasa hendaknya lebih dipertegas dengan memberikan sanksi atau akibat hukum apabila ketentuan tersebut dilanggar atau tidak diindahkan oleh para pihak dalam membuat suatu perjanjian atau nota kesepahaman. Ketiga, pihak yang merasa dirugikan atas batalnya pernjanjian atau nota kesepahaman bisa mengajuka upaya hukum. Namun hal yang lebih tepat adalah mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries130710101077;
dc.subjectKeabsahan Perjanjianen_US
dc.subjectBahasa Asingen_US
dc.titleKeabsahan Perjanjian Yang Dibuat Dalam Bahasa Asing Tanpa Disertai Versi Bahasa Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor 1572/K/Pdt/2015)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record