Show simple item record

dc.contributor.authorWICAKSONO, AGUNG
dc.date.accessioned2018-04-19T04:12:08Z
dc.date.available2018-04-19T04:12:08Z
dc.date.issued2018-04-19
dc.identifier.nim120710101305
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/85515
dc.description.abstractBangsa Indonesia merupakan bangsa dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Kegiatan wakaf berkembang pesat dari waktu ke waktu tetapi tidak diimbangi dengan peningkata kualitas dalam mengelola harta wakaf dan yang ada, hal ini berakibat pada kurang produktifnya harta wakaf bahkan berujung sengketa hal ini berlanjut sampai sekarang. Untuk itu pemerintah menerbitkan peraturan-peraturan yang dapat mengatur dan mengakomodir permasalahan-permasalahan tentang wakaf di Indonesia, adalah Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan lanjut dikeluarkannya Peratura Pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut diharapkan mampu menekan angka permasalahan tentang wakaf, tetapi pada prakteknya peraturan tersebut masih belum memadai sehingga masih banyak tanah wakaf yang terbengkalai bahkan sampai hilang. Dalam hal ini penulis mengkaji 3 (tiga) rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu : Pertama, bagaimana keabsahan dari Akta Ikrar Wakaf nomor : K-I/W2/ /1996. Kedua, apakah terhadap tanah wakaf boleh dilakukan jaul beli oleh ahli waris wakif. Ketiga, apakah upaya penyeleseian sengketa yang dapat dilakukan oleh pembeli tanah wakaf selaku penggugat yang gugatannya tidak dapat diterima.Tujuan dilakukannya penelitian ini secara khusus adalah untuk mengetahui dan memahami boleh tidaknya tanah wakaf diperjual-belikan oleh ahli waris wakif, Untuk mengetahui dan memahami keabsahan dari akta ikrar wakaf nomor : K-I/W2/ /1996 yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, dan untuk mengetahui dan memahami upaya yang dapat dilakukan pihak pembeli jika gugatannya tidak dikabulkan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturan–peraturan serta literatur yang berisi konsep–konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas. Terdapat 2 (dua) pendekatan yang digunkan untuk menganalisa permasalahan yang terdapat di dalam skripsi ini yakni Pendekatan Perundang-Undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer , bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Analisa bahan hukum dengan menelaah isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dalam menjawab isu hukum, dan memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang dibangun dari kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan dari kasus dalam penulisan skripsi ini adalah Bahwa dalam melaksanakan perbuatan wakaf seorang wakif harus menuangkannya di dalam Akta Ikrar Wakaf, Akta Ikrar Wakaf tersebut harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar dan xiv harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari Akta Ikrar Wakaf tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 21-22 Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, jika tidak memenuhi maka dapat dikatakan cacat hukum atau batal demi hukum. Bahwa dalam kasus diatas Akta Ikrar Wakaf nomor K-I/W2/ /1996 tidak memenuhi beberapa persyaratan salah satunya jika seorang Wakif hendak melakukan wakaf maka bukti kepemilikan obyek wakaf (tanah) harus diserahkan kepada PPAIW dan dalam kasus ini bukti kepemilikan masih dipegang oleh ahli waris yang berupa akta jual beli nomor : 161/1967, sehingga Akta Ikrar Wakaf tersebut cacat hukum.. Bukti kepemilikannya berupa Akta Jual beli, jika tanah tersebut memang telah diwakafkan maka para ahli waris tidak memiliki hak atas tanah tersebut karena tanah yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau, dialihkan dalam bentuk pengalihan lainnya sesuai Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf. Meskipun ahli waris memenuhi syarat menjadi ahli waris tetapi jika rukun warisnya tidak terpenuhi dalam hal ini adalah harta warisan maka ahli waris tidak berhak atas tanah yang sudah diwakafkan tersebut. Serta dalam menyeleseikan sengketa wakaf dapat diseleikan melalui 2 (dua) cara yaitu secara non litigasi atau diluar pengadilan dan secara litigasi atau pengadilan. Non litigasi yang dianjurkan oleh Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf adalah secara musyawarah mufakat, mediasi, dan melalui badan arbitrase syariah. Jika cara penyeleseian non litigasi tidak membuahkan hasil maka sengketa wakaf melalui litigasi atau Pengadilan dalam hal ini Pengadilan Agama ini diatur dalam pasal 17 Peraturan Menteri Agama nomor 1 tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik dan juga dalam pasal 49 Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Saran penulis, sebaiknya dalam melakukan perbuatan hukum wakaf seorang wakif harus memenuhi semua persyaratan wakaf dalam hal ini adalah harta benda yang diwakafkan adalah harus sah milik sendiri dan tidak ada hak diatasnya, tujuan harta benda itu diwakafkan, jangka waktu itu diwakafkan, kepada siapa tanah itu diwakafkan. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya sengketa dikemudian hari yang dapat merugikan ahli waris dan orang lain. Sebaiknya tanah yang sudah diwakafkan tidak boleh dibebani hak lagi diatasnya maupun diperjual belikan karena jika diperjual belika maka benda asli dari wakaf tersebut akan hilang. Tanah yang sudah diwakafkan diperuntukkan di jalan Allah dan juga sudah ditentukan sejak awal oleh wakif bahwa tanah tersebut diwakafkan untuk hal tertentu dan diambil manfaatnya untuk kesejahteraan umat. Dan juga Sebaiknya dalam menyeleseikan sengketa wakaf dilakukan dengan cara non litigasi atau di luar pengadilan yaitu dengan cara musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase. Hal ini dikarenakan dengan cara non litigasi lebih dapat menjaga hubungan baik antara kedua belah pihak, mengajak kedua belah pihak untuk duduk bersama untuk mencari jalan keluar tidak menempatkan para pihak pada ujung yang bersebrangan, hemat biaya dan juga yang memutus adalah atas persetujuan para pihak sendiri.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectpembatalan aktaen_US
dc.subjectwakafen_US
dc.subjecttanah wakafen_US
dc.subjectAhli Warisen_US
dc.titlePEMBATALAN AKTA IKRAR WAKAF TERHADAP OBYEK TANAH WAKAF YANG TELAH DIJUAL OLEH AHLI WARIS WAKIFen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record