PEMBATASAN PENGAJUAN PERKARA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP JAMINAN KEAMANAN NASIONAL
Abstract
Muncul perbedaan tajam di publik terhadap Pasal 158 UU Pilkada tentang syarat selisih perolehan suara dengan prosentase
tertentu untuk dapat mengajukan sengketa hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Kelompok pertama berpandangan MK
adalah lembaga peradilan yang dipercaya menegakkan keadilan substantif dan tidak boleh terkekang dengan Pasal 158.
Kelompok lainnya berpendapat Pasal 158 merupakan UU yang masih berlaku dan mengikat seluruh rakyat Indonesia,
tidak terkecuali MK. Tulisan ini akan membahas politik hukum hadirnya Pasal 158, bagaimana MK seharusnya menerapkan
Pasal 158, dan implikasi kehadiran Pasal 158 terhadap jaminan keamanan nasional. Pembentuk UU merumuskan Pasal
158 atas pertimbangan mendorong terbangunnya budaya politik yang makin dewasa dalam proses Pilkada. Hadirnya Pasal
158 merupakan upaya untuk mencegah konflik melalui kepastian perkara sengketa yang dapat ditangani oleh MK yang
akan berimplikasi kepada terpeliharanya jaminan keamanan nasional. Bersamaan penerapan Pasal 158 harus dibarengi
optimalisasi penyelesaian perselisihan/pelanggaran Pilkada oleh lembaga di luar MK secara transparan, akuntabel, tuntas,
dan adil. Pihak yang merasa dirugikan dengan pembatasan di Pasal 158 dapat mengusulkan kepada pembentuk UU untuk
menghilangkan atau mengubahnya.
Collections
- LSP-Jurnal Ilmiah Dosen [7300]