Show simple item record

dc.contributor.advisorANTIKOWATI
dc.contributor.advisorINDRAYATI, Rosita
dc.contributor.authorDONATA, Andrian Bayu
dc.date.accessioned2018-02-09T07:39:50Z
dc.date.available2018-02-09T07:39:50Z
dc.date.issued2018-02-09
dc.identifier.nimNIM110710101088
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/84249
dc.description.abstractBerdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan sebagai berikut : Pertama, Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR. Persetujuan DPR disampaikan kepada presiden dalam jangka waktu paling lambat empat puluh lima hari sejak menerima pencalonan anggota Komisi Yudisial yang di ajukan presiden. Presiden menetapkan keputusan mengenai pengangkatan anggota Komisi Yudisial , dalam jangka waktu paling lama lima belas hari sejak menerima pencalonan anggota Komisi Yudisial yang diajukan presiden. Sebelum mengajukan calon anggota komisi Yudisial kepada DPR, Presiden membentuk panitia seleksi pemilihan anggota Komisi Yudisial. Paling lambat lima belas hari sejak menerima nama calon dari Panitia Seleksi, presiden mengajukan empat belas nama calon anggota Komisi Yudisial kepada DPR. DPR wajib memilih dan menetapkan tujuh calon anggota dalam waktu paling lambat tiga puluh. Calon terpilih disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden paling lambat lima belas hari sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk di sahkan presiden. Presiden wajib menetapkan calon terpilih paling lambat lima belas hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan DPR. Kedua, Dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, kewenangan pengawasan eksternal terhadap lembaga kehakiman sangat terbatas dalam hal pengangkatan calon hakim agung dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Berbeda dengan Komisi Yudisial di berbagai negara di dunia sebagai lembaga independen di luar kehakiman yang bertugas dalam pengawasan hakim diberi kewenangan penuh, bahkan pengawasan dan pembinaan bukan lagi wewenang Mahkamah Agung, melainkan oleh lembaga independen tersebut. Hal inilah yang tidak terjadi di Indonesia, sehingga terjadilah saling tarik menarik kewenangan pengawasan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Selain hambatan tersebut di atas, terjadi kontradiksi dalam ketentuan yang mengatur pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial, sebagaimana ada dalam ketentuan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Saran yang diberikan bahwa, Hendaknya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Komisi Yudisial harus senantiasa mempunyai tujuan dan orientasi terhadap kepentingan bangsa dan negara sesuai dengan hakekat kedua lembaga tersebut yaitu sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya sebagai elemen utama lembaga pengawasan hakim. Kedudukan dan peranan Komisi Yudisial merupakan lembaga yang mengemban tugas sebagai wadah check and balance pelaksanaan penegakkan supremasi hukum juga merupakan hal yang harus dihormati. Kesemuanya bermuara pada tercapainya cita-cita emas Indonesia, dalam lingkup ketatanegaraan khususnya dibidang pembangunan hukum. Dengan demikian, kedudukan dan peranan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai pelaksana pengawasan kekuasaan kehakiman harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara serta untuk menegakkan hukum dan mewujudkan supremasi hukum di Indonesia, khususnya dalam rangka pengawasan hakim untuk mewujudkan Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa. Demikian halnya dengan pengawasan masyarakat merupakan salah satu elemen utama dalam pengawasan hakim di Indonesia.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries110710101088;
dc.subjectKEDUDUKANen_US
dc.subjectKEWENANGAN KOMISI YUDISIALen_US
dc.subjectSISTEM KETATANEGARAAN INDONESIAen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIAen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record