Show simple item record

dc.contributor.advisorHANDONO, MARDI
dc.contributor.advisorWIDIYANTI, IKARINI DANI
dc.contributor.authorUJMINURRIZKY, IGA
dc.date.accessioned2017-12-21T03:11:10Z
dc.date.available2017-12-21T03:11:10Z
dc.date.issued2017-12-21
dc.identifier.nim130710101191
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/83733
dc.description.abstractPerbankan Syariah pada saat ini sedang mengalami perkembangan seperti halnya bank konvensional. Tujuan dengan mendirikan bank syariah tersebut salah satunya adalah dapat memajukan kestabilan perekonomian, menangani krisis ekonomi yang melanda dan dapat memperbaiki perekekonomian yang ada di dunia khususnya di Indonesia. Salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah ini adalah Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah. Pembiayaan akad mudharabah merupakan pembiayaan (penyediaan dana atau penyaluran dana) berdasarkan akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak bank syariah atau shahibul maal sebagai pihak yang menyediakan dana atau modal 100%. Sedangkan pihak lain, nasabah atau mudharib, bertindak sebagai pengelola dana atau pengusaha. Dalam pembiayaan akad mudharabah tersebut harus memperhatikan rukun dan syarat pembiayaan agar pembiayaan ini dapat dilaksanakan dan harus dipenuhi oleh pihak yang bersangkutan, yaitu nasabah dan bank. Seperti yang sudah dijelaskan dalam Fatwa DSN No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa kriteria dalam memperoleh fasilitas dalam mendapatkan pembiayaan pada perbankan syariah yaitu penilaian terhadap watak calon nasabah bahwa calon nasabah tersebut harus jujur, beriktikad baik, dan tidak menyulitkan. Penilaian terhadap kemampuan calon nasabah terhadap keahliannya dalam memanajemen usahanya. Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon nasabah terhadap posisi keuangan tersebut bahwasanya dikemudian hari dapat menunjang pembiayaan usaha calon nasabah. Dalam melakukan penilaian agunan, bank harus menilai barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai apakah sudah cukup memadai sehingga apabila nasabah kelak tidak dapat melunasi kewajibanya, agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali pembiayaan dari bank yang bersangkutan. Serta penilaian terhadap proyek usaha calon nasabah, terutama harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar. Pembagian keuntungan usaha atau nisbah bagi hasil dari pembiayaan mudharabah dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam akad antara pihak bank (shahibul maal) selaku penyedia dana dengan pihak nasabah (mudharib) selaku pengelola dana. Perbandingan perolehan hasil dari keuntungan ini tergantung pada potensi dan karakteristik usaha debitur. Tidak dipersoalkan mana jumlah yang lebih besar. Bisa saja terjadi bank mendapatkan hasil lebih besar daripada nasabah demikian pula sebaliknya Akibat hukum apabila nasabah wanprestasi (inkar janji) terhadap akad yang disepakati bersama bank dalam pembiayaan mudharabah adalah nasabah akan mendapatkan sanksinya sesuai dengan ketentuan dalam akad yang dibuat bersama bank syariah (shahibul maal). Pihak bank berhak menuntut atau menagih apa yang menjadi hak bank syariah berdasarkan akad. Dalam perjanjian pembiayaan ini, terhadap nasabah atau mudharib yang melanggar akad pembiayaan mudharabah, dapat dikenakan sanksi berupa denda atau ganti rugi sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar pembiayaan bagi hasil akad mudharabah. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa dalam akad pembiayaan mudharabah disebutkan bahwa salah satu kewajiban nasabah adalah melakukan pembayaran pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah kepada nasabah. Apabila nasabah atau mudharib menunda-nunda pembayaran atau tidak mempunyai kemauan dan iktikad baik untuk membayar kewajibannya maka nasabah dapat dikenakan sanksi sesuai isi akad. Upaya hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat sengketa dalam hal pembiayaan ini antara nasabah (mudharib) dengan bank syariah (shahibul maal) yaitu dapat melalui musyawarah mufakat, melalui forum mediasi perbankan, forum arbitrase syariah (BASYARNAS), dan yang terkahir melalui upaya litigasi di pengadilan agama yang berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Namun dalam hal penyelesaian sengketa tersebut dapat ditentukan lebih dulu oleh para pihak dalam akad mudharabah yang dibuat sebelumnya yang terdapat dalam klausula akad yaitu mengenai penyelesaian sengketa.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectNISBAHen_US
dc.subjectAKAD MUDHARABAHen_US
dc.subjectPERBANKAN SYARIAHen_US
dc.titleNISBAH PEMBIAYAAN BERDASARKAN AKAD MUDHARABAH DALAM PERBANKAN SYARIAHen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record