dc.description.abstract | Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia sangatlah penting artinya, karena hampir setiap kehidupan manusia bergantung pada tanah. Mengingat Indonesia negara Agraris, fungsi tanah menempati kedudukan yang sangat penting, sehingga kerap terjadi sengketa mengenai tanah, sebab untuk matipun manusia memerlukan tanah untuk persemayamannya yang terakhir.
Berdasarkan pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPA bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah dengan diberikannya suatu surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat yang berupa sertilikat.
Tetapi ternyata didalam masyarakat, masih terdapat tanah-tanah yang belum disertifikatkan. Banyak diantara mereka yang masih menggunakan pipil-girik, ketitir, petok, Letter C/D atau surat pajak lainnya, sebagai alat bukti atas kepemilikan sebidang tanahnya, sehingga tidak jarang menimbulkan sengketa yang berakhir di Pengadilan.
Ada dua permasalahan yang dibahas dari uraian tersebut yaitu pertama Bagaimana kedudukan petok C sebelum dan sesudah diterbitkannya Sertifikat Hak Atas Tanah. Kedua, Bagaimana cara mendapatkan Sertifikat Hak Atas Tanah.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah disamping untuk mencapai syarat mencapai gelar Sarjana Hukum juga untuk mengetahui kedua masalah tersebut diatas.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka diperlukan metode penulisan untuk membahas permasalahan yang ada, dalam hal ini penyusun menggunakan metode pendekatan yuridis normative. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder ditunjang oleh data primer, prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang bersangkutan yaitu BPN. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data dengan menggunakan metode Deskripsi Kualitatif.
Sebagai hasil akhir dari pembahasan terhadap kedua masalah tadi, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa, Petok C dapat digunakan sebagai alat bukti kepemilikan atas sebidang tanah, dalam hal ini Petok C sebagai alat bukti petunjuk yang memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila terjadi sengketa. Sebelum diterbitkannya sertilikat, maka Petok C tersebut kedudukan yang sama dengan sertilikat sebagai alat bukti hanya saja kadar kekuatan hukumnya bisa disamakan dengan sertifikat. Petok C memberikan petunjuk, bahwa nama yang disebut didalamnya adalah pemilik atas tanah yang disebut dalam Petok C itu.
Dan setelah diterbitkannya Sertifikat Hak Atas Tanah maka Petok C tersebut tidak mempunyai kedudukan apapun, sebab kedudukan hukum pembuktiannya telah digantikan oleh sertifikat tersebut yang kedudukannya lebih kuat dibandingkan dengan Petok C.
Untuk memperoleh Sertifikat Hak Atas Tanah siempunya tanah harus mengajukan permohonan kepada Bupati atau Walikota Kepala Daerah C.q Kepala Direktorat Agraria dengan melampirkan bukti-bukti hak, yakni Petok atau surat pajak bukti kepemilikan tanah yang dimilikinya. Serta membayar beberapa biaya-biaya untuk proses pendaftaran tanah, pengukuran dan pemetaan / gambar situasi tanah hingga penerbitan sertilikat.
Karena itulah perlu diingat dan diperhatikan bahwa sangatlah penting untuk mendaftarkan tanah guna memperoleh alat bukti yang kuat atas kepemilikan tanah yaitu Sertifikat Hak Atas tanah agar dikemudian hari tidak menimbulkan sengketa yang semakin runyam. | en_US |