dc.description.abstract | Proses berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Setiap individu mempunyai cara berpikir
yang berbeda-beda. Tak terkecuali anak-anak berkebutuhan khusus. Salah satu anak
berkebutuhan khusus yang kurang mendapatkan perhatian adalah anak tuna grahita
sedang. Tuna grahita sedang biasa disebut dengan istilah imbesil atau mampu latih.
Tingkat kecerdasan tuna grahita sedang perselangan 40-54. Anak tuna grahita sedang
memiliki karakteristik fisik yang lebih menampakkan kecacatannnya.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar dari semua
ilmu pengetahuan yang lain. Sebagian besar siswa normal menganggap matematika
merupakan mata pelajaran yang sulit dan susah dipahami karena keabstrakannya.
Siswa tuna grahita sedang juga mengalami hal yang sama. Siswa tuna grahita memiliki
keterbatasan dalam hal intelektual, sehingga siswa tuna grahita semakin sulit untuk
memahami mata pelajaran matematika.
Pembelajaran matematika yang sesuai dengan siswa tuna grahita adalah dengan
menggunakan benda-benda nyata dan masalah sehari-hari yang terjadi di sekitar
mereka. Alat peraga adalah segala sesuatu yang masih bersifat abstrak, kemudian
dikonkretkan dengan menggunakan alat agar dapat dijangkau dengan pikiran yang
sederhana dan dapat dilihat, dipandang dan dirasakan. Pada awalnya masalah yang
diberikan kepada siswa akan membuat siswa mengalami disequilibrium
(ketidakseimbangan) dan mendorong siswa untuk melakukan adaptasi yakni
akomodasi dan asimilasi sehingga pada akhirnya akan menuju equilibrium
(keseimbangan). | en_US |