Analisis Yuridis Turut Serta Melakukan Pemerasan (Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor : 233/ Pid.B/2014/Pn Bwi)
Abstract
Tindak pidana pemerasan banyak terjadi di dalam masyarakat, baik
dilakukan oleh satu orang maupun lebih dari satu orang. Apabila dilakukan lebih
dari satu orang berdasarkan ketentuan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, peran mereka
berbeda, demikian pula mengenai kejahatan pidananya. Pasal 55 KUHP
menentukan, turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikitdikitnya
harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang
yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Pasal 56 KUHP
menentukan bahwa orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan
bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu
dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang
tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” melanggar Pasal 480
KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam Pasal 221 KUHP. Salah satu
tindak pidana pemerasan yang dilakukan secara bersama-sama terjadi di
Kabupaten Banyuwangi yang dilakukan oleh Mahatir Muhamad bin Abdul
Muhlis dan diputus oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi dengan Nomor :
233/Pid.B/2014/PN Bwi. Permasalahan dalam skripsi ini yaitu ; (1) Apakah
terdakwa terbukti melakukan pemerasan secara bersama-sama sesuai dengan fakta
yang terungkap di persidangan ? dan (2) Apakah penjatuhan pidana kepada
terdakwa sesuai dengan sistem penjatuhan pidana dalam ajaran turut serta ?
Tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui dan memahami
pertimbangan hakim menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa II terbukti
melakukan pemerasan secara bersama-sama dikaitkan dengan fakta yang
terungkap di persidangan dan untuk mengetahui dan menganalisis penjatuhan
pidana kepada terdakwa dengan dikaitkan dengan tujuan pemidanaan.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach),
dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang
dipergunakan adalah bahan hukum sekunder dan primer. Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu
permasalahan secara umum sampai dengan hal-hal yang bersifat khusus untuk
mencapai preskripsi atau maksud yang sebenarnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan :
Pertama, Pertimbangan hakim menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa II terbukti
melakukan pemerasan secara bersama-sama tidak sesuai dengan fakta yang
terungkap di persidangan karena Terdakwa II tidak terbukti melakukan pemerasan
secara bersama-sama, namun dalam kapasitas pleger dan mede pleger dalam
tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana pemerasan. Majelis hakim
dalam hal ini tidak secara lengkap menguraikan masing-masing peranan terdakwa
dalam tindak pidana pemerasan tersebut, sehingga tidak tepat jika para terdakwa
divonis dengan tindak pidana pemerasan bersama-sama, namun lebih tepat pada
turut serta dalam tindak pidana pemerasan, sebagaimana peranan dan kapasitas
masing-masing pelaku dalam tindak pidana pemerasan tersebut. Kedua,
Penjatuhan pidana kepada terdakwa tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan,
karena terdapat perbedaan perbuatan antara Terdakwa I dan Terdakwa II dalam
kapasitas turut serta melakukan tindak pidana pemerasan. Peranan dan kapasitas
Terdakwa I Mahatir Muhamad bin Abdul Muhlis adalah sebagai pleger yang
mempunyai niat sekaligus merancang bagaimana tindak pidana pemerasan itu
akan dilakukan sedangkan Terdakwa II Jepry Windarto bin Suyitno dalam
kapasitas sebagai mede pleger yaitu orang yang turut serta melakukan karena
ajakan Terdakwa I yaitu dalam upaya memperoleh nomor telepon korban dan
menemani Terdakwa I untuk mengambil hasil tindak pidana pemerasan. Dengan
demikian seharusnya penjatuhan pidana Terdakwa I harus lebih berat daripada
Terdakwa II. Saran yang diberikan bahwa, Hendaknya hakim harus lebih teliti dan
cermat dalam menguraikan unsur tindak pidana khususnya tindak pidana yang
dilakukan bersama-sama. Hakim juga harus memahami dan mengerti tentang
ajaran turut serta dalam hukum pidana sehingga dapat membedakan mana yang
merupakan unsur turut serta dan unsur membantu dalam suatu tindak pidana,
berikut hukuman pidana masing-masing pelaku sehingga dapat memberikan kepastian hukum. Hendaknya Hakim dalam menjatuhkan putusan harus cermat
dan teliti khususnya menyangkut penjatuhan vonis karena hakim adalah
pelaksana undang-undang sehingga putusannya harus berdasarkan pada hukum
yang normatif yaitu hukum positif, sehingga penerapan ancaman pidana dalam
putusan hakim adalah sesuai atas legalitas. Hakim dalam menjatuhkan
putusannya selain berdasarkan hukum yang normatif juga berdasarkan rasa
keadilan yaitu nilai-nilai yang hidup di masyarakat dan juga pada hati nurani
(keadilan objektif dan subjektif).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]