Show simple item record

dc.contributor.advisorSOFJAN, Rusbandi
dc.contributor.advisorYASA, I Wayan
dc.contributor.authorRAHYUWONO, Dadang
dc.date.accessioned2017-09-19T02:37:45Z
dc.date.available2017-09-19T02:37:45Z
dc.date.issued2017-09-19
dc.identifier.nimNIM980710101244
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/81799
dc.description.abstractPerceraian adalah suatu hal yang pada intinya tidak diinginkan terjadi pada siapapun, kapanpun dan dimanapun juga. Meskipun demikian, kadang-kadang perceraian adalah jalan yang terbaik dari yang terburuk yang hams dilakukan untuk menyelesaikan perpecahan yang tidak dapat diperbaiki di dalam suatu rumah tangga. Mesabi) yang ditimbulkan dart perceraian itu diantaranya menyangkut kedudukan suami istri setelah bercerai, harta bersama dan juga kebanyakan anak sebagai korban. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai bagaimana kedudukan hukum suami istri setelah terjadi perceraian, bagaimana kedudukan hukum hang bersama suami istri setelah adanya perceraian dan bagaimana kedudukan anak setelah orang tuanya bercerai. Tujuan umum penulisan skripsi ini adalah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Jember dan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui kedudukan suami istri, harta bersama dan anak setelah adanya perceraian. Penulis dalam hal ini menggunakan pendekatan masalah dengan metode yuridis normatif dan yuridis sosiologis, karena penulis melakukan observasi dan wawancara dengan pihak Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Lamongan. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder, metode pengumpulan data diperoleh dari studi kepustalotan dan studi lapangan Bekas suami maupun bekas istri apabila teradi perceraian memiliki kewenangan yang sama di bidang hukum. Perbedaannya hanyalah seorang istri untuk dapat menikah lagi harus melalui suatu aturan jangka waktu tunggu atau masa iddah dan bekas suami berkewajiban untuk memberikan uang mut'ah nafkah pemeliharaan anak dan nafkah madliyah. Mengenai anak kewajiban pemeliharaan dan nafkahnya ditetapkan oleh pengadilan dan mengenai pemeliharaan bagi anak yang belum dewasa. berada di bawah asuhan ibu. Hal ini sesuai dengan pasal 105 Kompilasi Hukum Islam. Pada intinya kesimpulan yang penulis buat adalah mengenai kedudukan suami istri setelah adanya perceraian adalah keduanya tidak terikat lagi dalam perkawinan, mengenai harta bersama adalah diadakan pembagian secara adil dan sama baik itu berdasarkan persetujuan para pihak maupun putusan hakim (pasal 97 Kompilasi Hukum Islam) dan mengenai anak adalah bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya dan bapak bertanggung jawab atas semua pembiayaan anak serta apabila bapak dinyatakan tidak mampu maka ibu diberi kewajiban untuk ikut memikul biaya anak. Saran yang dapat penulis berikan adalah antara suami istri setelah terjadinya perceraian dalam menjalankan kewajibannya hendaknya dilakukan dengan kesungguhan , harta bersama seyogyanya diadakan pembagian tanpa melalui pengadilan dan didasari atas rasa iklas serta jangan jadikan anak sebagai korban perceraian orang tua.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries980710101244;
dc.subjectHUKUM TERJADINYA PERCERAIANen_US
dc.subjectANAK DAN HARTA BERSAMA DITINJAUen_US
dc.subjectUNDANG-UNDANG NOMOR 1 TARUN 1974en_US
dc.titleAKIBAT HUKUM TERJADINYA PERCERAIAN TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TARUN 1974en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record