MITOS TENTANG RAJA-RAJA MAYA DI GUA LAWA TRENGGALEK PADA ZAMAN NUSANTARA PURBA
Abstract
Cerita lisan yang berkembang di masyarakat menerangkan bahwa
bangsa Nusantara adalah bangsa yang sangat tua. Cerita lisan tersebut bertolak
belakang dengan catatan sejarah Indonesia. Raja Nusantara baru dikenal ada sejak
abad ke lima. Peneliti dari UGM menemukan bahwa nenek moyang bangsa
Nusantara memilih Kendenglembu Banyuwangi untuk tinggal pertama kali dan
telah lama ada. Kesenjangan informasi tersebut berdampak negatif bagi
pengembangan teori kebudayaan dan identitas bangsa Indonesia. Salah satu cara
mengatasi masalah kesenjangan kebudayaan tersebut adalah dengan menelusur jati
diri bangsa melalui penelitian dengan memanfaatkan tradisi lisan. Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan rancangan kualitatif-multidisipliner. Sasaran
penelitian ini adalah cerita lisan yang terdapat dalam Gua dan situs megalitikum di
kawasan Trenggalek. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode
dokumenter, observasi, dan wawancara bebas mendalam. Data penelitian berupa
cerita rakyat, nama tempat, nama kota, nama bangunan megalitikum, tuturan
masyarakat tentang hal yang terkait dengan budaya lisan purba, dan situs Gua.
Sumber data penelitian (a) masyarakat penutur cerita lisan, (b) juru kunci gua, (c)
bangunan megalitikum di Gunung Jompong, dan (d) gua dan bukit purba di
kawasan Trenggalek. Hasil penelitian menginformasikan bahwa terdapat berbagai
cerita lisan yang terkait dengan situs gua Lawa. Batu purba Trenggalek memuat
nama raja dalam penyamaran. Kronogram di Gua Lawa menyatakan bahwa Gua
Lawa dibangun sebagai situs peribadatan Raja Elang atau Raja Garuda tahun 9991
Pra Saka atau 9913 SM. Bangunan purba kawasan Trenggalek memuat nama (a)
Raja Elangsura alias Raja Sulahimana yang menyamar, (b) Raja Elang Kawi, (c)
Raja Nagamaya, dan (d) Raja Dhawang Agung. Pemerintahan zaman purba di
sekitar Trenggalek cenderung bergaya pemerintahan spiritual. Perlu dilakukan
penggalian, pelestarian, dan pengemasan situs megalitikum di kawasan
Trenggalek menjadi sumber belajar dan wisata budaya secara terpadu.
Collections
- LSP-Conference Proceeding [1874]