dc.description.abstract | Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konversi Hak Anak melalui Keputusan Presidan Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Sebagai implementasi dari ratifikasi tersebut pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pada tanggal 17 Oktober 2014 Undang-Undang Perlindungan Anak mengalami perubahan, yang mulanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan adanya perubahan undang-undang tersebut apabila terjadi tindak pidana setelah adanya perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak maka yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dalam skripsi ini disebut KUHP yang berbunyi “tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.
Namun dalam prakteknya dalam putusan nomor 6/Pid.Sus/2015/PN.Sml yang menyatakan bahwa terdakwa Ance Moses Krisye Wonmaly alias Moses (19 tahun) telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain sesuai dengan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terhadap anak korban Maria Adela Pitna (15 Tahun) tindak pidana tersebut dilakukan terdakwa pada tanggal 20 Oktober 2014. Dengan demikian tindak pidana dilakukan 3 hari setelah adanya perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. dalam pertimbangannya hakim merujuk pada Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyatakan “jika ada perubahan perundang-undangan sesudah saat melakukan perbuatan, maka digunakan aturan yang paling ringan bagi terdakwa”. Dalam pertimbangannya hakim lebih menekankan pada aturan yang paling ringan bagi terdakwa dan hakim memilih Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk mengadili perkara dan menjatuhkan pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjatuhkan pidana penjara bagi terdakwa selama 4 tahun dan denda Rp60.000.000,00. Oleh karena itu rumusan masalah yang hendak dikaji adalah :
xiii
1. Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN Sml menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) KUHP?
2. Apakah penjatuhan pidana yang dijatuhkan oleh hakim dalam Putusan Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN Sml telah sesuai tujuan pemidanaan?
Tujuan penulisan penelitian skripsi ini adalah untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN Sml dikaitkan dengan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan untuk menganalisis penjatuhan pidana yang dijatuhkan oleh hakim dalam Putusan Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN.Sml dikaitkan tujuan pemidanaan.
Tipe peneltian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian hukum dengan menggunakn dua macam pendektan yaitu Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang diketengahkan dalam putusan Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN.Sml. sedangkan Pendekatan konseptual (conceptual appoarch) yaitu Pendekatan yang dilakukan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan tujuan untuk menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum.
Berdasarkan analisis dan pembahasan masalah yang dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hakim dalam menerapkan Pasal 1 ayat (2) sebagai dasar untuk menentukan undang-undang yang akan digunakan untuk mengadili perkara Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN.Sml tidak sesuai sebab adanya unsur pasal yang tidak dipenuhi sehingga pengecualian berlaku surut yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP tidak dapat di berlakukan. Sehingga untuk menentukan undang-undang yang akan dipakai untuk mengadili berdasarkan asas lex temporis delicti dan asas lex posterior derogate legi priori. Selain itu dengan adanya ketidak sesuaian penggunaan undang-undang untuk mengadili perkara Nomor 6/Pid.Sus/2015/PN.Sml menimbulkan akibat hukum yaitu penjatuhan pidana yang dijatuhkan oleh hakim berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan penjatuhan pidananya dibawah ketentuan pidana minimal khusus Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berakibat tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan dan tujuan pembentukan udnang-undang perlindungan anak. Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis memberikan saran antara lain, Hakim dalam mempertimbangkan suatu asas haruslah cermat, memahami maksud dari pasal dan asas yang sebenarnya. Hakim dalam menafsirkan pasal haruslah teliti dan cermat dalam setiap unsur dalam pasal. Serta hakim haruslah selalu tau tentang perkembangan suatu undang-undangn karena hakim selalu dianggap tau akan suatu aturan hukum. Agar nanti tidak merugikan pihak-pihak yang bersangkutan dengan perkara pidana. | en_US |