TRADISI BASANAN DAN MANTRA SANTET OSING SEBAGAI WUJUD KEARIFAN LOKAL DALAM MEREDAM KONFLIK (Tinjauan Semantik: Studi Kasus di Banyuwangi)
Abstract
Tujuan penelitian ini untuk mengungkap: (1) makna basanan dan
mantra santet untuk mengetahui maksud, jenis-jenis basanan dan
mantra santet yang bernuansa makna pengasihan dan kerukunan;
(2) fungsi utama basanan dan mantra santet dalam kehidupan sosial
budaya masyarakat. Data penelitian ini berupa parikan dan mantra
santet. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak atau
observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam (indept
interviewing) dengan teknik catat dan dianalisis dengan metode
analisis komponen makna, padan referensial, dan etnosains.
Hasilnya dinyatakan bahwa basanan, secara semantik ada yang
bernuansa makna: menyanjung, menyindir, mengolok-olok, nasihat,
dan cinta kasih yang berfungsi sebagai bentuk kearifan lokal dalam
menghindari konflik. Berdasarkan maknanya, mantra santet
dibedakan atas mantra pengasihan (positip dan negatip), yang
berfungsi untuk mengubah perasaan orang yang dituju menjadi
senang dan sayang/cinta yang semula benci dan tidak sayang/cinta
untuk dicintai dan dinikahi (yang positip), namun ada juga yang
bertujuan menjadikan orang yang dituju itu sayang, cinta bahkan
tergila-gila pada seseorang, tetapi tujuannya bukan dicintai,
melainkan untuk dipermalukan di masyarakat (yang negatip). Mantra
tersebut biasanya digunakan para seniman, tetapi berkembang
menjadi sarana perjodohan dan percintaan agar keduanya dapat
hidup rukun dan saling menyayangi. Implikasinya, mantra santet
digunakan dalam kehidupan politik dan organisasi sosial.
Collections
- LSP-Conference Proceeding [1874]