ANALISIS YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL TANGKAPAN IKAN NELAYAN DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER
Abstract
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dalam
kaitannya dengan pokok permasalahan yang ada, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan bahwa :
1. Daya mengikat perjanjian bagi hasil tangkapan ikan nelayan dalam
masyarakat adat di Kecamatan Puger Kabupaten Jember adalah harus
dipatuhi para pihak walau sebatas perjanjian lisan dan tidak tertulis.
Menurut nelayan di Desa Puger Kulon Kecamatan Puger, perjanjian bagi
hasil merupakan perjanjian kerja sama yang bersifat mengikat, walaupun
hubungan kerja yang terjalin hanyalah sebatas hubungan kerja biasa, namun
kedua belah pihak yang terikat perjanjian kerja sama harus mematuhi aturan
yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bagi hasil tangkapan ikan nelayan di di
Desa Puger Kulon Kecamatan Puger ini melibatkan induk semang dan anak
buah. Induk semang disini merupakan pemilik Kapal sekaligus pemilik
modal. Sedangkan anak buah merupakan tenaga kerja yang membantu induk
semangdalam melaut.
2. Proses perjanjian bagi hasil di kalangan nelayan bukanlah sebuah proses
yang ketat dengan bentuk tertulis, tetapi hanyalah sebuah perjanjian tidak
tertulis yang dianggap sebagai kebiasaan yang telah turun temurun. Awal
perjanjian diawali dengan ajakan atau pemberitahuan kepada ABK
mengenai kapan akan berangkat melaut. Sementara akhir perjanjian bagi
hasil adalah saat adanya pembagian upah yang diterima oleh ABK. Praktik
bagi hasil yang dijalankan antara majikan dengan ABK adalah berdasarkan
prinsip perjanjian tidak tertulis atau kebiasaan saja. Sistem maro, pembagian
1 untuk majikan dan 1 bagian untuk ABK adalah aturan tidak tertulis pada
umumnya diberlakukan di wilayah penelitian, khususnya untuk kapal besar.
bagi kapal kecil bagi hasil yang berjalan adalah dengan sistem mertelu atau
mrapat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat nelayan Puger Kulon mengadopsi pola bagi hasil itu dari nelayan lain. Namun, perjanjian tidak
tertulis itu ada pengecualian untuk nahkoda, sebab nahkoda selain mendapat
2 bagian hasil sebagai ABK seringkali mendapatkan bonus 1 bagian lagi
dari majikan atas prestasi kerjanya.
3. Akibat hukum perjanjian bagi hasil jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian
bagi hasil di kalangan nelayan di wilayah Puger Kulon adalah berupa sanksi
sosial dalam hal ini dengan ditingglkannya juragan ikan yang dirasa tidak
adil dalam pembagian untuk pindah juragan lain. Terhadap adanya sengketa
dalam pembagian hasil tangkapan ikan, bahwa sengketa dan perselisihan
selalu saja dapat muncul setiap saat. Mereka menyadari bahwa masingmasing
kepala itu memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]